Blitar (ANTARA) - Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya (UINSA) Prof Dr H Nur Syam mengungkapkan bahwa Resolusi Jihad merupakan pemikiran brilian dari para kiai di bawah komando Hadratus Syekh Hasyim Asy'ari sekaligus menjadi momentum bagi bangkitnya kesadaran umat Islam untuk melawan Belanda.
Hal tersebut diungkapkan Nur Syam saat menjadi pembicara dalam seminar kebangsaan memperingati Hari Santri Nasional (HSN) 2024 yang digelar oleh PW NU Jatim bekerja sama dengan Universitas NU Kabupaten Blitar di Gedung Graha NU Kabupaten Blitar, Jatim, Minggu.
"Peristiwa heroik 10 November 1945 menjadi bukti betapa dahsyatnya seruan jihad bagi umat Islam untuk mengusir Belanda dan tentara sekutunya," kata Nur Syam dalam rilis.
Ia menambahkan bahwa jihad merupakan upaya untuk menjaga dan mengembangkan Islam rahmatan lil alamin sesuai dengan penafsiran ulama salaf yang saleh yang ingin membumikan Islam sesuai dengan karakter lokalitas yang menjadi tempat berpijak umat Islam.
"Mengembangkan prinsip keislaman, keindonesiaan, dan kemodernan," kata dia.
Ia mengatakan masyarakat Indonesia saat ini sedang mengalami tantangan luar biasa, terutama umat Islam. Tantangan tersebut adalah semakin menguatnya Artificial Intelligence (AI), yang ke depan akan dapat menjadi pesaing bagi manusia. Dengan diciptakannya robot AI, banyak pekerjaan yang akan diambil alih oleh robot.
"Generasi Z atau Gen Z sedang berada di era ini. Sebuah era yang menawarkan kemudahan tetapi juga kerumitan. Gen Z akan dapat memperoleh informasi dengan cepat dan tepat hanya dengan menggunakan aplikasi yang sudah tersedia di telepon seluler," kata dia.
Menurut dia, Gen Z juga harus siap dengan berbagai kemajuan. Mereka harus memiliki empat kompetensi atau four competency yang disingkat Four C, yaitu critical thinking and problem solving, creativity and innovation, communications and collaborations.
"Gen Z harus memiliki kemampuan untuk berpikir kritis tetapi konstruktif. Berpikir kritis tetapi dimanfaatkan untuk kepentingan nusa, bangsa, dan agama. Bukan untuk kepentingan ideologi yang tidak jelas, misalnya berpikir kritis untuk menggantikan ideologi bangsa, Pancasila, dengan ideologi keagamaan, misalnya ideologi Islam," kata dia.
Ia mengatakan, saat ini juga harus berpikir kreatif dan inovatif, yakni memiliki kemampuan untuk mengembangkan potensi kreatif di dalam diri untuk mendapatkan inovasi baru yang bermanfaat untuk diri dan masyarakat. Kemampuan kreatif dan inovatif terkait dengan bakat, tetapi juga bisa dioptimalkan melalui pendidikan dan pelatihan.
Ia menganjurkan milenial harus memiliki kemampuan untuk berkomunikasi, sebab kemampuan untuk menyampaikan gagasan, ide, pikiran dalam komunikasi verbal, komunikasi nonverbal dan sebagainya sangat menentukan terhadap keberhasilan yang bersangkutan.
"Gen Z juga harus mempunyai kemampuan untuk berkolaborasi. Kemampuan kerja sama sangat dominan di era digital, sebab nyaris semua orang yang berhasil disebabkan oleh kemampuannya untuk bernegosiasi, berkomunikasi, dan berkolaborasi," ujarnya.
Menurut dia, saat ini eranya kerja tim dan bukan kerja individu. Untuk mereaktualisasikan hal ini, Gen Z NU harus memasuki pendidikan yang berkualitas, bekerja yang optimal, bekerja sama dengan para ahli dalam kapasitasnya masing-masing agar pikiran kreatif dan inovatif akan dapat diaktualkan.
"Jadi, jihad bukan bermakna perang terutama di era damai. Jihad harus dimaknai sebagai upaya untuk berusaha secara sungguh-sungguh berbasis pada talenta yang dipadukan dengan berpikir kritis, kreatif, dan dibarengi dengan kemampuan komunikasi dan kolaborasi. Gen Z NU harus optimistis bahwa masa depan Indonesia itu berada di tangannya," kata dia.
Selain Prof Dr H Nur Syam, hadir pula Prof Dr Masykuri yang juga menjadi pembicara dalam kegiatan tersebut.
Seminar tersebut diikuti sekitar 400 peserta terdiri dari santri, kiai, mahasiswa, PCNU Kabupaten dan Kota Blitar beserta banomnya.
Guru Besar UINSA: Resolusi jihad momentum bangkitnya umat Islam
Minggu, 27 Oktober 2024 23:00 WIB