Surabaya (ANTARA) - Setiap 30 Oktober, bangsa Indonesia memperingati Hari Oeang Republik Indonesia (ORI) sebagai momentum lahirnya simbol kedaulatan ekonomi nasional. Peringatan ini menandai penerbitan uang pertama Republik Indonesia pada 1946 yang menjadi tonggak berdirinya sistem keuangan mandiri di tengah situasi perang kemerdekaan.
ORI tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar, tetapi juga sebagai pesan simbolik tentang kemerdekaan dan kemandirian bangsa. Selembar uang yang dicetak sederhana dengan alat terbatas menjadi media komunikasi politik yang kuat, mempertegas eksistensi negara yang baru berdiri. Setelah 79 tahun, rupiah telah berkembang menjadi mata uang yang menopang ekonomi digital dan transaksi global. Namun, semangat yang melandasi kelahiran ORI tetap relevan sebagai pengingat pentingnya menjaga kedaulatan, integritas, dan kepercayaan publik di tengah dinamika ekonomi modern.
Arsip memiliki peran penting dalam menjaga memori kolektif bangsa. Melalui arsip, publik dapat menelusuri proses komunikasi kebangsaan yang membangun kepercayaan antara pemerintah dan rakyat. Tindakan pemerintah menerbitkan ORI pada 1946 merupakan langkah komunikasi simbolik yang menegaskan kedaulatan ekonomi dan politik Republik Indonesia.
Peredaran ORI mengajak masyarakat untuk meninggalkan uang Jepang dan NICA yang masih beredar. Proses sosialisasi dilakukan melalui media sederhana seperti surat kabar, pamflet, dan siaran radio. Upaya ini menjadi bagian dari strategi komunikasi publik yang efektif, memperkuat legitimasi pemerintah di mata rakyat.
Nilai uang pada masa itu tidak hanya ditentukan oleh bahan atau bentuk fisiknya, melainkan oleh kepercayaan sosial yang dibangun melalui komunikasi yang intensif. ORI menjadi wujud nyata semangat kebersamaan dan kepercayaan dalam membangun ekonomi bangsa yang baru merdeka.
Arsip-arsip terkait ORI yang tersimpan di Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Arsip Nasional Republik Indonesia menjadi sumber sejarah ekonomi yang berharga. Dokumen-dokumen tersebut merekam dinamika komunikasi antara pemerintah dan masyarakat dalam membangun sistem keuangan nasional yang mandiri.
Perkembangan teknologi informasi telah mengubah wajah dunia kearsipan. Arsip kini tidak hanya berbentuk kertas, tetapi juga hadir dalam format digital. Tantangannya bukan sekadar menyimpan, melainkan bagaimana arsip dapat disajikan dan dikomunikasikan agar tetap relevan dan inspiratif bagi masyarakat.
Digitalisasi arsip menjadi langkah penting untuk menghidupkan kembali kisah perjuangan ekonomi bangsa. Melalui pameran virtual, video dokumenter, atau infografis interaktif, kisah tentang lahirnya ORI dapat dikemas dengan cara yang lebih menarik dan mudah dipahami oleh generasi muda. Pendekatan ini memperkuat literasi ekonomi sekaligus menumbuhkan rasa nasionalisme di era digital.
Aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di bidang kearsipan dan komunikasi publik memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga keaslian data sekaligus membangun narasi sejarah yang bermakna. Digitalisasi arsip keuangan bukan hanya mempercepat akses publik terhadap informasi, tetapi juga memperluas pemahaman tentang perjalanan ekonomi nasional.
Arsip juga berperan sebagai jembatan komunikasi lintas generasi. Melalui arsip, publik dapat memahami konteks sosial, politik, dan ekonomi di masa lalu serta mengaitkannya dengan kebijakan masa kini. Dengan demikian, arsip bukan hanya dokumen administratif, tetapi bagian penting dari sistem komunikasi publik yang mendukung transparansi dan akuntabilitas pemerintahan.
Hari Oeang Republik Indonesia mengandung tiga nilai utama yakni kedaulatan, kepercayaan, dan integritas. Kedaulatan menunjukkan hak bangsa untuk mengatur ekonominya sendiri. Kepercayaan mencerminkan keyakinan rakyat terhadap pemerintah. Sedangkan integritas menjadi dasar bagi setiap kebijakan agar dijalankan dengan transparansi dan tanggung jawab.
Ketiga nilai tersebut membentuk semangat yang harus dijaga oleh seluruh elemen bangsa, terutama ASN sebagai pelaksana kebijakan publik. Dalam konteks modern, menjaga arsip dan menyampaikan informasi secara terbuka merupakan bagian dari membangun kepercayaan publik yang menjadi fondasi utama sistem ekonomi dan pemerintahan.
Bangsa yang besar bukan hanya yang mampu mencetak uang, tetapi juga yang mampu mengarsipkan makna di balik setiap kebijakan. Seperti halnya ORI yang dulu dicetak dengan sederhana, nilai sejatinya terletak pada pesan simbolik tentang kemandirian dan tanggung jawab. Nilai itu tetap hidup dan berkembang melalui rupiah, yang kini hadir dalam bentuk digital sebagai simbol kematangan ekonomi nasional.
Transformasi menuju era ekonomi digital membawa tantangan baru bagi pengelolaan arsip dan sistem keuangan negara. Rupiah digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC) akan menjadi tonggak baru kedaulatan ekonomi Indonesia di dunia maya. Dalam konteks ini, arsip digital memiliki fungsi strategis untuk memastikan transparansi, keamanan, dan keberlanjutan informasi publik.
Melalui komunikasi digital yang efektif, arsip dapat diubah menjadi sumber edukasi dan inspirasi. Dengan bahasa yang ringan, visual menarik, dan narasi yang menyentuh, arsip menjadi media pembelajaran bagi generasi muda tentang pentingnya kepercayaan, integritas, dan tanggung jawab dalam mengelola keuangan negara.
Pengelolaan arsip yang baik memastikan setiap kebijakan keuangan tercatat secara jelas dan dapat ditelusuri. Transparansi ini memperkuat kepercayaan publik terhadap sistem keuangan negara, sejalan dengan semangat ORI yang lahir untuk membangun keyakinan rakyat kepada pemerintah.
Arsip bukan hanya catatan masa lalu, melainkan jantung komunikasi publik yang menjembatani masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dari ORI hingga rupiah digital, perjalanan uang Indonesia adalah perjalanan panjang komunikasi bangsa dalam membangun kepercayaan dan menjaga kedaulatan ekonomi.
Peringatan Hari Oeang Republik Indonesia setiap tahun menjadi pengingat bahwa nilai uang tidak hanya diukur dari nominalnya, tetapi juga dari semangat yang melahirkannya. Dari arsip ke rupiah, dari sejarah ke masa depan, bangsa Indonesia terus belajar menjaga integritas dan makna di balik setiap lembar uang yang beredar.
*) Penulis adalah Arsiparis Ahli Muda BPPK sekaligus Mahasiswa Program Doktoral Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta Wahyu Adi Setyo Wibowo
