Surabaya (ANTARA) - Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tidak hanya ditentukan oleh besarnya investasi atau laju pertumbuhan, tetapi oleh seberapa kuat fondasi yang menopangnya.
Dalam konteks Indonesia, fondasi itu adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM), jutaan usaha yang hidup di tengah masyarakat dan menjadi penggerak utama ekonomi rakyat. Bagi Teguh Anantawikrama, merawat UMKM berarti merawat masa depan ekonomi Indonesia itu sendiri.
Sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia, Teguh dikenal sebagai figur dunia usaha yang menempatkan UMKM dalam kerangka pembangunan jangka panjang. Ia tidak melihat UMKM sebagai sektor yang selalu membutuhkan bantuan, melainkan sebagai kekuatan ekonomi yang perlu diperlakukan setara dalam ekosistem usaha nasional.
Karena itu, gagasan-gagasannya kerap menekankan pentingnya transformasi digital, penguatan tata kelola, dan integrasi UMKM ke dalam rantai nilai industri, pariwisata, dan ekonomi kreatif.
Teguh meyakini bahwa digitalisasi harus dimaknai sebagai proses pembelajaran dan pemberdayaan.
Baginya, keberhasilan UMKM tidak hanya diukur dari kehadiran di platform digital, tetapi dari kemampuan mengelola usaha secara profesional, membangun merek, dan menjaga keberlanjutan. Dengan pendekatan ini, UMKM diharapkan tidak sekadar bertahan menghadapi perubahan, tetapi tumbuh menjadi pelaku usaha yang tangguh dan mandiri.
Selain di KADIN, komitmen Teguh terhadap UMKM juga diwujudkan melalui Gerakan Nasional UMKM Bangkit yang menjadi ruang kolaborasi lintas sektor yang mempertemukan dunia usaha, komunitas, pemerintah, dan generasi muda.
Teguh percaya bahwa tantangan UMKM tidak bisa diselesaikan secara sektoral, melainkan membutuhkan kerja bersama yang konsisten dan berkesinambungan.
Pandangan tersebut mendapat perhatian dari kalangan pemuda. Ketua Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif PB HMI, Nur Ghina Muslimah, menilai Teguh sebagai figur yang memiliki sensitivitas sosial sekaligus ketegasan visi.
"Teguh Anantawikrama adalah contoh pemimpin dunia usaha yang memahami realitas UMKM di lapangan. Ia tidak menempatkan UMKM sebagai objek program, tetapi sebagai mitra yang harus diberi ruang untuk tumbuh dan berkembang," ujar Nur Ghina Muslimah.
Menurut Nur Ghina, pendekatan Teguh sangat relevan dengan pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif berbasis daerah.
Menurutnya, dalam pariwisata dan ekonomi kreatif, UMKM adalah aktor yang menjaga keaslian dan identitas lokal. Ketika UMKM diberdayakan, yang tumbuh bukan hanya ekonomi, tetapi juga rasa memiliki dan kebanggaan masyarakat terhadap daerahnya.
Ia juga mengapresiasi konsistensi Teguh dalam membangun dialog lintas generasi.
"Yang membedakan Mas Teguh adalah kesediaannya untuk mendengar dan berkolaborasi, termasuk dengan generasi muda. Ini penting agar pembangunan ekonomi tidak kehilangan konteks sosial dan kultural," tambah Nur Ghina.
Lebih lanjut, Nur Ghina menilai bahwa kepemimpinan ekonomi yang inklusif menjadi kebutuhan mendesak di tengah tantangan global.
"Kita membutuhkan figur yang mampu menjembatani kepentingan bisnis dengan keadilan sosial. Teguh Anantawikrama menunjukkan bahwa dunia usaha bisa berjalan seiring dengan keberpihakan pada ekonomi rakyat," tegasnya.
Ke depan, penguatan UMKM akan semakin menentukan arah pembangunan nasional.
Dengan pendekatan yang berorientasi pada kolaborasi, transformasi, dan keberlanjutan, upaya yang dilakukan Teguh Anantawikrama diharapkan memperkuat posisi UMKM sebagai pilar utama ekonomi Indonesia dan membuka jalan bagi pertumbuhan yang lebih merata dan berkeadilan.
