Istanbul (ANTARA) - UNICEF memperingatkan bahwa lebih dari 100.000 anak terpaksa mengungsi akibat eskalasi terbaru konflik di wilayah timur Republik Demokratik Kongo (DR Kongo) dan jumlah tersebut diperkirakan akan terus meningkat seiring meluasnya kekerasan.
Sejak 1 Desember, pertempuran intens telah membuat lebih dari 500.000 orang terpaksa mengungsi, dengan anak-anak mencakup lebih dari 100.000 dari total pengungsi tersebut hanya di Provinsi Kivu Selatan, kata badan PBB itu dalam pernyataan yang dirilis Minggu (14/12).
UNICEF menyebutkan bahwa sejak 2 Desember, ratusan orang telah tewas dalam pertempuran, termasuk anak-anak. Selain itu, empat pelajar dilaporkan tewas, enam lainnya luka-luka, dan sedikitnya tujuh sekolah diserang atau mengalami kerusakan.
Eskalasi yang cepat ini telah memaksa ratusan ribu anak dan keluarga mengungsi di dalam wilayah Kongo serta ke negara-negara tetangga, termasuk Burundi dan Rwanda, tambah UNICEF.
Selain itu, banyak warga yang melarikan diri dari kekerasan telah menyeberang ke Burundi. UNICEF mencatat lebih dari 50.000 pendatang baru antara 6 dan 11 Desember, hampir setengahnya adalah anak-anak. Jumlah tersebut diperkirakan akan terus bertambah seiring teridentifikasinya lebih banyak pengungsi.
“Anak-anak tidak boleh menjadi pihak yang menanggung akibat konflik,” tegas UNICEF.
Sementara itu, kelompok pemberontak M23 dilaporkan terus maju dan menguasai sejumlah wilayah di Provinsi Kivu Selatan, meski terdapat kesepakatan Kongo-Rwanda yang ditandatangani di Washington.
Kelompok tersebut menguasai wilayah yang penting, termasuk ibu kota provinsi Goma dan Bukavu, yang direbut awal tahun ini.
PBB, pemerintah di Kinshasa, dan sejumlah pihak lain menuduh Rwanda mendukung M23. Namun Rwanda telah membantah tuduhan tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio pada Sabtu mengatakan bahwa tindakan Rwanda di DR Kongo timur merupakan pelanggaran nyata terhadap Kesepakatan Washington yang ditandatangani oleh Presiden Trump.
Ia memperingatkan bahwa Washington akan mengambil tindakan untuk memastikan janji-janji yang dibuat kepada Trump ditepati.
Pada 4 Desember, Presiden DR Kongo Felix Tshisekedi dan Presiden Rwanda Paul Kagame menandatangani perjanjian damai dan ekonomi yang disebut bersejarah di Washington, dengan tujuan mengakhiri konflik di wilayah timur Kongo.
Perjanjian tersebut ditandatangani setelah perjanjian damai yang dimediasi oleh Presiden AS Donald Trump pada Juni lalu.
Adapun kekerasan telah berlangsung selama puluhan tahun di wilayah timur Kongo, menewaskan ribuan orang dan menyebabkan jutaan lainnya mengungsi.
Sumber: Anadolu
