Madiun (ANTARA) - Pembangunan megaproyek jalan lingkar timur atau jalan "ring road" timur (JRRT) di Kota Madiun masih menunggu surat penetapan lokasi (penlok) oleh Gubernur Jawa Timur untuk proses pelaksanaannya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Madiun Suwarno mengatakan dinasnya telah mengajukan surat tersebut ke gubernur, namun hingga kini belum turun.
"Terkait penetapan lokasi oleh Gubernur Jatim, Kami sudah berkirim surat pengajuan penlok itu," ujar Suwarno di Madiun, Senin.
Pihaknya belum dapat memastikan kapan penlok gubernur tersebut turun. Adapun penlok persetujuan gubernur Jatim tersebut sebagai dasar hukum guna proses membebaskan lahan untuk JRRT.
"Seandainya penlok sudah turun, kami bisa langsung pelaksanaan pembebasan tanah. Tapi, kapannya masih menunggu penlok gubernur," katanya.
Meski surat penlok gubernur belum turun, namun pihaknya telah menerima persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
"Alhamdulillah persetujuan KKPR Kementerian ATR/BPN sudah kami terima awal Mei lalu," kata dia.
Menurut Suwarno, persetujuan KKPR tersebut menjadi syarat mutlak pembebasan lahan yang akan dilalui JRRT dari pemerintah pusat.
Hal itu sebagaimana diatur Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 19/2021 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum. Permohonan syarat tersebut sejatinya telah diajukan sejak tahun lalu.
Adapun trase atau rute JRRT yang disetujui Kementerian ATR/BPN sama seperti konsep awal. Yakni, panjang ruas JRRT sekitar 9,7 kilometer dengan lebar 25 meter. Mulai dari pintu masuk dekat terminal kargo hingga Demangan, Taman.
Diperkirakan, total luas lahan terdampak sekitar 268.071 meter persegi. Rinciannya 219.764 meter persegi di Kota Madiun dan 48.307 meter persegi masuk wilayah Kabupaten Madiun.
Sesuai trase yang diajukan, JRRT sengaja dilewatkan aset pemerintah daerah, mulai jalan hingga tanah bengkok. Alasannya, agar pemerintah daerah tidak boros anggaran untuk pembebasan lahan milik warga.
Jika penlok sudah turun, proses jual-beli tanah akan ditutup seiring appraisal berjalan. Pihak berwewenang dalam urusan ATR berhak menutup layanan legalitas pertanahan.
"Kebijakan tersebut untuk mengantisipasi praktik mafia tanah maupun broker," katanya.
Selain mafia tanah, perencanaan megaproyek JRRT juga melibatkan aparat penegak hukum (APH). Mulai kejaksaan negeri dan kepolisian setempat hingga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menghindari terjadinya pelanggaran hukum.