Surabaya (ANTARA) - DPRD Surabaya menyoroti pengajuan penyertaan modal yang diajukan Perusahaan Daerah Rumah Potong Hewan (RPH) kepada pemerintah kota untuk pengembangan usaha sebesar Rp2 miliar.
"Direksi RPH menyampaikan telah mengajukan penyertaan modal sebesar Rp2 miliar. Tapi saya pertanyakan buat apa mengajukan penyertaan modal kalau selama ini belum menyerahkan deviden ke pemkot," kata Ketua Komisi B Bidang Perekonomian DPRD Surabaya Lutifiyah di Surabaya, Selasa.
Menurut Lutfiyah, pengembangan usaha yang dimaksud salah satunya adalah alih fungsi RPH unit Kedurus menjadi rumah potong unggas (PSU). Selain itu juga rencana membesarkan RPH unit Pegirian dimana pemotongan sapi yang ada di RPH Kedurus nantinya dipusatkan di RPH Pegirian.
Baca juga: DPRD Surabaya pertanyakan kesiapan alih fungsi RPH Unit Kedurus
Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga mempertanyakan raperda inisiatif terkait pengelolaan RPH yang sudah diusulkan Komisi B tiga tahun lalu atau sebelum pandemi, tapi hingga saat ini belum ada tindak lanjutnya.
Padahal, tambah dia, perda tersebut salah satunya juga membahas pengembangan RPH kedepan. "Katanya masih dalam kajian di pemkot. Kalau tidak tindak lanjut, ya, kami ajukan lagi raperda itu," ujar legislator ini.
Hal sama juga dikatakan, Wakil Ketua Komisi B, Anas Karno yang menyambut baik gagasan alih fungsi RPH Kedurus tersebut. Meski demikian, lanjut dia, perlu dikaji betul untung ruginya rencana itu.
"Kalau berencana menggandeng pihak lain atau pihak ketiga, harus ada payung hukum yang jelas, yaitu Perda yang mengatur itu," ujar dia.
Baca juga: RPH Kedurus Surabaya dialihfungsikan jadi Rumah Potong Unggas
Menurut dia, Perda RPH yang berlaku sekarang, merupakan Perda lama yang perlu perbaikan untuk mengembangkan PD RPH. Hal ini juga agar upaya pengembangan tidak menyalahi aturan.
Lebih lanjut, Anas mengatakan, banyak hal yang perlu diperbaiki dalam Perda lama itu, seperti soal tarif jasa potong sapi yang terlalu murah hanya Rp50 ribu per ekor. Kondisi ini tidak mendatangkan keuntungan, namun justru membuat RPH rugi.
Sementara itu, Direktur Utama PD RPH Surabaya Fajar A. Isnugoroho mengatakan rumah potong unggas menjadi kebutuhan warga Surabaya. Selama ini, kata dia, pemotongan unggas ada di pasar tradisonal yang perlu pengawasan secara veteriner atau bidang ilmu yang mempelajari aspek kesehatan hewan.
Fajar pun memastikan RPU merupakan bisnis yang menjanjikan. "Misalkan sehari bisa memotong 5.000, kemudian dikalikan 2.000 per ekor sudah Rp10 juta perhari. Kalau sebulan sudah berapa itu kan ada pendapatan yang akan meningkat di PD RPH," kata dia.
Menurut Fajar, alih fungsi RPH Kedurus menjadi RPU, bisa dikatakan untuk memaksimalkan fungsi aset milik Pemkot Surabaya tersebut. RPH Kedurus kondisinya belum standar, tidak memiliki sertifikat nomer kode verininer dan sertifikat halal.
"Itulah mengapa kemudian kami ingin meningkatkan pelayanan dengan baik. Sehingga upaya penyatuan atau pemusatan pemotongan sapi dari Kedurus ke Pegirian itu semata mata satu untuk efisiensi pemotongan," ujar Fajar.(*)