Surabaya (ANTARA) - Teknologi di daerah pedesaan dulu ibarat sebuah jendela kecil yang hanya bisa dibuka dari luar, dimana arus informasi datang satu arah, dan warga desa harus menunggu lama untuk tahu apa yang sedang terjadi di luar sana.
Namun, hari ini, teknologi sudah seperti pintu lebar yang terbuka dua arah. Warga desa bukan cuma menerima informasi, tapi juga bisa mengirimkan kabar, cerita, dan gagasan ke dunia luar secara langsung.
Saat ini, dengan memiliki ponsel pintar dan koneksi internet, warga di daerah pedesaan bisa membagikan kabar atau cerita ke seluruh penjuru dunia hanya dalam hitungan detik.
Hal itu membuktikan bahwa teknologi membuat jarak seolah menghilang, dan membuka banyak peluang baru agar sebuah desa yang berada di pinggiran kota bisa tumbuh dan dikenal lebih luas.
Transformasi digital bukan lagi sekadar agenda teknologi, melainkan kebutuhan strategis bagi tiap-tiap desa di Indonesia untuk bertahan dan berkembang dalam ekosistem informasi global.
Salah satu contoh, di tengah hamparan sawah yang hijau di Desa Pandanan, Kabupaten Gresik, seorang petani sedang asyik memotret tanaman padi yang mulai menguning.
Bukan untuk kenang-kenangan, tetapi untuk diunggah ke media sosial desa sebagai update kondisi pertanian minggu ini. Dalam beberapa menit, informasi tersebut sudah tersebar ke seluruh warga desa.
Fenomena serupa terjadi di berbagai desa lain di Jawa Timur. Karang Taruna yang dulunya hanya aktif di balai desa, kini rutin mengadakan kegiatan virtual.
Ibu-ibu PKK membuat grup percakapan WhatsApp untuk koordinasi kegiatan. Bahkan, urusan administrasi desa yang dulu mengharuskan warga datang langsung ke kelurahan, kini bisa diurus secara daring.
Pencapaian yang membanggakan datang dari Kabupaten Sidoarjo, dimana 46 desa berhasil meraih apresiasi dari pemerintah Indonesia atas komitmen mereka dalam membangun sistem informasi digital berbasis komunitas.
Angka ini bukan sekadar statistik, tetapi representasi dari kerja keras ribuan warga desa yang belajar menggunakan teknologi dari nol.
Keberhasilan ini menunjukkan bahwa transformasi digital di pedesaan memerlukan pendekatan holistik yang tidak hanya fokus pada infrastruktur teknologi, tetapi juga pada pengembangan kapasitas manusia dan penguatan institusi lokal.
Desa-desa di Sidoarjo telah membuktikan bahwa dengan dukungan yang tepat, masyarakat pedesaan mampu mengadopsi teknologi digital dan mengoptimalkannya untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas ekonomi.
Fenomena ini sejalan dengan pemikiran Marshall McLuhan, pakar komunikasi asal Kanada yang memperkenalkan konsep "Global Village" atau "Desa Global".
McLuhan menjelaskan, teknologi komunikasi, terutama media elektronik, telah menjadikan dunia ibarat sebuah desa kecil yang saling terhubung tanpa batas geografis.
Kini, ketika warga desa mampu mengakses informasi dunia hanya melalui ponsel pintar dan memasarkan hasil produksi lokal melalui pasar digital, mereka secara praktis telah memasuki realitas desa global sebagaimana yang digagas McLuhan.
Informasi yang sebelumnya tersentralisasi kini menyebar dengan mudah secara instan ke seluruh penjuru dunia yang memiliki jaringan internet dan teknologi.
Warga desa kini tidak lagi bergantung pada media massa tradisional atau saluran informasi resmi untuk mendapatkan atau menyebarkan informasi.
Mereka telah menjadi bagian integral dari ekosistem informasi global yang memungkinkan pertukaran pengetahuan, pengalaman, dan inovasi secara langsung.
Meski demikian, transformasi digital tersebut tidak hanya membawa dampak positif yang membuka keterisolasian arus informasi, namun juga membawa tantangan yang cukup besar.
Literasi digital menjadi faktor krusial untuk mendorong masyarakat desa agar bukan sekadar pengguna pasif, tetapi juga mampu menjadi produsen informasi yang kritis dan produktif.
Masyarakat harus mampu membedakan informasi benar dan bukan hoaks, memahami etika komunikasi digital, serta menguasai keterampilan dalam membangun narasi lokal.
Tantangan literasi digital ini mencakup beberapa dimensi yang saling terkait. Pertama, kemampuan teknis dalam mengoperasikan perangkat dan aplikasi digital, yang meskipun terlihat sederhana, memerlukan pembelajaran dan adaptasi yang tidak mudah bagi sebagian masyarakat pedesaan, terutama generasi yang lebih tua.
Kedua, kemampuan dalam memproses dan menganalisis informasi digital, termasuk kemampuan untuk membedakan antara informasi yang valid dan hoaks atau berita bohong, yang menjadi semakin penting.
Ketiga yang tak kalah penting, adalah kemampuan komunikatif dalam memproduksi konten digital yang berkualitas.
Masyarakat pedesaan perlu menguasai keterampilan cerita pengalaman digital, fotografi, videografi, dan menulis untuk dapat berkomunikasi secara efektif dalam medium digital.
Keempat, pemahaman tentang etika digital dan tanggung jawab sosial dalam bermedia sosial, yang mencakup kesadaran tentang dampak dari konten yang mereka bagikan dan pentingnya menjaga keamanan data pribadi.
Pengembangan literasi digital menjadi syarat mutlak untuk memastikan bahwa transformasi digital pedesaan dapat berkelanjutan dan memberikan dampak positif yang optimal.
Literasi digital tidak hanya berkaitan dengan kemampuan menggunakan teknologi, tetapi juga mencakup pemahaman kritis tentang bagaimana teknologi dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Transformasi digital pedesaan Indonesia berada pada titik kritis yang menentukan arah perkembangan masa depan. Momentum yang telah terbangun perlu dipertahankan dan dipercepat melalui strategi yang komprehensif dan berkelanjutan.
Hal itu memerlukan kolaborasi sinergis antara pemerintah, sektor swasta, akademisi, dan masyarakat sipil untuk menciptakan ekosistem digital pedesaan yang sehat dan produktif.
Pemerintah perlu terus memperkuat infrastruktur digital, terutama konektivitas internet di wilayah-wilayah terpencil, sambil mengembangkan program literasi digital yang sistematis dan berkelanjutan.
Sementara sektor swasta dapat berperan dalam menyediakan platform dan layanan digital yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pedesaan, dan akademisi bisa berkontribusi melalui penelitian dan pengembangan solusi teknologi yang tepat guna.
Tidak kalah penting adalah penguatan kapasitas institusi lokal dalam mengelola transformasi digital.
Desa-desa perlu memiliki strategi digital yang jelas, tim pengelola yang kompeten, dan sistem evaluasi yang efektif untuk memastikan bahwa investasi dalam teknologi digital memberikan hasil yang optimal bagi kesejahteraan masyarakat.
Transformasi digital pedesaan di Indonesia telah membuka babak baru dalam sejarah pembangunan nasional, dimana desa tidak lagi dipandang sebagai wilayah yang tertinggal, melainkan sebagai jaringan global yang saling terhubung.
Dalam konteks desa global McLuhan, setiap desa memiliki potensi untuk menjadi pusat inovasi dan kreativitas yang dapat berkontribusi pada pembentukan peradaban digital global.
Masa depan Indonesia sebagai negara digital yang maju tidak hanya ditentukan oleh kemajuan di kota-kota besar, tetapi juga oleh kemampuan desa-desa untuk bertransformasi menjadi daerah cerdas yang inovatif dan berkelanjutan.
Transformasi digital pedesaan bukan hanya penting, tetapi sangat strategis bagi masa depan bangsa Indonesia dalam percaturan global abad ke-21.
Membangun desa dalam dunia tanpa batas
Oleh Rachmat Hidayat Sabtu, 14 Juni 2025 17:01 WIB

Arsip foto - Warga menghidupkan penyiraman menggunakan teknologi digital di Kelompok Tani Hutan (KTH) Desa Wonosalam, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Selasa (12/12/2023). ANTARA FOTO/Syaiful Arif/YU (ANTARA FOTO/SYAIFUL ARIF)