Surabaya (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk perluasan kampus Politeknik Negeri Malang (Polinema), Rabu malam.
Kedua tersangka, yakni Direktur Polinema periode 2017–2021 Awan Setiawan dan pemilik tanah Hadi Setiawan, ditahan usai menjalani pemeriksaan intensif sejak siang hari di ruang Pidana Khusus Kejati Jatim.
“Setelah didukung bukti dan keterangan saksi yang cukup, keduanya kami tetapkan sebagai tersangka dan langsung kami tahan,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar, kepada wartawan di Surabaya.
Kedua tersangka langsung dibawa ke rumah tahanan Kejati Jatim dengan pengawalan ketat.
Saiful menyebut kerjasama antara Awan dan Hadi dalam proses pengadaan tanah tersebut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp42,6 miliar.
Kasus ini bermula dari pengadaan lahan seluas 7.104 meter persegi di Kelurahan Jatimulyo, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang, pada 2019. Harga lahan ditetapkan sebesar Rp6 juta per meter persegi, tanpa melibatkan jasa penilai (appraisal) maupun panitia pengadaan tanah.
Pada 2020, setelah mencapai kesepakatan harga dengan Hadi, Awan baru menerbitkan Surat Keputusan pembentukan panitia pengadaan tanah.
Lebih lanjut, Hadi menerima uang muka sebesar Rp3,8 miliar pada 30 Desember 2020. Namun, ia baru mengantongi Surat Kuasa Menjual pada 4 Januari 2021. Pada tahun anggaran 2021, Awan memerintahkan bendahara Polinema membayar Rp22,6 miliar, meskipun hak atas tanah belum diperoleh institusi.
"Pembayaran dilakukan seolah-olah lunas dalam satu tahun anggaran. Padahal, dalam perjanjian, pembayaran dilakukan bertahap dan tidak disertai akuisisi aset dari masing-masing bidang tanah," jelas Saiful.
Ironisnya, hasil appraisal menunjukkan sebagian lahan yang dibeli berada di kawasan sempadan sungai, sehingga tidak dapat dimanfaatkan untuk pengembangan kampus.
Kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.(*)