Bojonegoro (Antara Jatim) - Asisten Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkab Bojonegoro, Jawa Timur, Setyo Yuliono meminta BUMD milik pemerintah kabupaten (pemkab) tidak membuat permasalahan hukum dalam memanfaatkan anggaran.
"Kami berharap BUMD bisa menyesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam memanfaatkan anggaran agar tidak menimbulkan masalah hukum," kata dia di Bojonegoro, Rabu.
Ia menyatakan hal itu dihadapan enam perwakilan BUMD milik pemkab ketika acara penyamaan persepsi tentang tata cara pengadaan barang dan jasa.
Enam BUMD pemkab yaitu PT Bojonegoro Bangun Sarana (BBS), PT Asri Dharma Sejahtera (ADS), PD Pasar, PD BPR Bank Daerah, PDAM, dan Griya Dharma Kusuma (GDK).
Dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Firmansyah menjelaskan BUMD dalam memanfaatkan anggaran tidak harus mengacu Perpres No.54 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.
Sebab, lanjut dia, sumber keuangan untuk pengadaan barang dan jasa di BUMD bukan dari APBN yang terikat dengan Perpres No. 54 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang dan jasa.
"Tapi kalau ada BUMD dalam pengadaan barang dan jasa memanfaatkan Perpres No. 54 tahun 2012 juga tidak dilarang," ucapnya menambahkan.
Menurut dia, dalam pengadaan barang dan jasa di BUMD atau perusahaan daerah cukup melalui peraturan direksi dengan pertimbangan anggarannya bukan dari APBN.
Namun, lanjut dia, asal anggaran, kebutuhan barang juga pajak serta perencanaan perlu dilakukan dengan baik termasuk sistem pembayaran.
Selain itu, lanjut dia, juga dalam pengadaan barang dan jasa ada dua metode yaitu swakelola jika memang memiliki kemampuan atau lelang dengan melibatkan pihak ketiga.
"Mana yang baik yang perlu menjadi pemikiran dan pertimbangan," ucapnya.
Mengenai belanja rutin, lanjut dia, cukup bisa langsung dengan belanja di toko, tetapi juga perlu ada pembatasan maksimalnya sesuai kewajaran dengan mempertimbangkan risikonya.
Menanggapi hal itu, Direktur PT BBS Bojonegoro Toni Ade Irawan, mengaku BUMD yang dipimpin dalam memanfaatkan anggaran dengan memanfaatkan peraturan direksi.
Pertimbangannya, menurut dia, melalui keputusan direksi bisa efisien, tetapi kalau melalui Perpres No. 54 tahun 2012 tentang Pengadaan Barang membutuhkan waktu paling tidak tiga bulan.
"Untuk tender harus diumumkan. Belum lagi pendaftaran yang waktunya diatur, ya bisa sampai tiga bulan," ujarnya.
Padahal, lanjut dia, BUMD merupakan perusahaan yang harus mengedepankan bisnis sehingga harus cepat dalam mengambil keputusan.
"Masih ada BUMD pemkab yang memanfaatkan perpres dalam pengadaan barang dan jasa," ucapnya (*)