Tulungagung (Antara Jatim) - Produksi perikanan lele dari dari Kabupaten Tulungagung tercatat sebagai salah satu yang terbesar sehingga menjadikan daerah ini mampu menguasai sepertiga atau sekitar 36 persen pasar konsumsi lele di Jatim.
"Besarnya volume produksi dari sentra peternakan lele di Desa Gondosuli, Kecamatan Gondang, ini menyebabkan suplainya juga besar dan tersebar di berbagai kota di Jatim," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tulungagung, Suprapto di Tulungagung, Minggu.
Suprapto mengungkapkan, setiap hari produksi perikanan lele dari sentra peternakan lele di Desa Gondosuli bisa mencapai kisaran antara 25-30 ton.
Besarnya kemampuan produksi panen lele per hari tidak lepas dari memasyarakatnya budidaya lele di hampir semua warga dan petani setempat.
Satu sentra peternakan lele, misalnya, bisa terdiri antara 15-30 kolam. Setiap kolam diisi dengan lele ukuran berbeda, bergantung umur perawatan, besaran tubuh, serta kolam pembenihan dan indukan.
"Selain ke pasar Jatim, lele dari Gondosuli juga dikirim ke beberapa kota besar di luar Jatim, seperti Bali, Semarang,Solo, Yogyakarta hingga Bandung," paparnya.
Dengan asumsi harga ikan lele rata-rata Rp15 ribu per kilogram, lanjut Suprapto, maka omzet perikanan lele dari desa minapolitan ini ditaksir mencapai Rp450 juta atau hampir setengah miliar per hari.
Itu artinya, lanjut Suprapto, omzet produksi perikanan lele dari Desa Gondosuli bahkan bisa menembus angka Rp15 miliar per bulan atau sekitar Rp180 miliar per tahunnya.
"Itu asumsi kasar. Tapi kurang-lebihnya bisa dihitung sekitar itu," ujarnya.
Menurut Kepala Desa Gondosuli, Sumiran, teknik budidaya lele sudah mulai digeluti sebagian warganya sejak pertengahan era 1990-an.
Setelah hampir satu dasawarsa dan mulai berkembang baik, pada 2007 sejumlah peternak atau pembudidaya lele membentuk kelompok bersama perikanan lele seiring dicanangkannya program desa minapolitan oleh pemerintah.
Hasilnya, hingga saat ini jumlah kelompok peternakan lele di Desa Gondosuli mencapai 13 grup, dengan anggota masing-masing antara 15-20 orang.
"Keberadaan kelompok ini mirip seperti bapak asuh, sehingga jika ada anggota yang 'sakit' atau tidak produktif masih ada anggota lainnya yang bisa diharapkan berproduksi," ujarnya.
Menurutnya, manajemen bersama dalam wadah kelompok tersebut membuat setiap pembudidaya lele menjadi kuat dan tidak mudah jatuh/gulung tikar, karena satu sama lain saling menopang.
"Berbeda jika peternak melakukannya sendiri, saat 'jatuh' maka dia akan mati selamanya. Tapi jika berkelompok, ibarat satu orang memiliki 15 truk jika rusak lima masih ada 10 truk yang bisa dimaksimalkan," pungkasnya.(*)
Tulungagung Kuasai Sepertiga Pasar Konsumsi Lele Jatim
Minggu, 15 November 2015 15:52 WIB
Keberadaan kelompok ini mirip seperti bapak asuh, sehingga jika ada anggota yang 'sakit' atau tidak produktif masih ada anggota lainnya yang bisa diharapkan berproduksi.