Tulungagung (Antara Jatim) - Bupati Tulungagung, Syahri Mulyo menyerahkan urusan penertiban perahu penyeberangan di sepanjang Sungai Brantas ke Pemprov Jatim, karena jasa angkutan sungai itu ada di sepanjang alur sungai terbesar yang membelah sebagian besar kabupaten/kota di Jawa Timur.
"Kami (pemkab) tidak mungkin melangkah jika Pemprov belum mengambil kebijakan soal itu," jawab Bupati Syahri Mulyo saat dikonfirmasi wartawan terkait terbengkalainya dermaga perahu penyeberangan di Ngunut dan Rejotangan, Tulungagung, Minggu.
Kendati begitu, Syahri menegaskan pemerintah daerah melalui dinas perhubungan akan terus berkoordinasi dengan Dishub Jatim guna menindaklanjuti banyaknya jasa perahu penyeberangan yang belum terdaftar di otoritas ASDP (Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan).
Selain itu, lanjut dia, pengawasan tetap dilakukan untuk meminimalkan risiko kecelakaan selama operasionalitas perahu-perahu penyeberangan yang semuanya mengandalkan sarana tambang untuk menggerakkan sekaligus memindahkan alat angkut sungai dari satu sisi sungai ke sisi lainnya.
"Masalah ini (perahu penyeberangan) memang dilema. Di satu sisi keberadaan mereka dibutuhkan tapi di sisi lain lain pengguna jasa tidak terlindungi karena angkutan penyeberangan ini belum terdaftar di ASDP,"kata dia.
Dengan alasan yang sama, Syahri juga tidak mau menanggapi soal terbengkalainya proyek dermaga perahu penyeberangan di Kecamatan Ngunut dan Rejotangan.
Ia berdalih, proyek itu merupakan program provinsi. "Kebetulan saja lokasi pembangunan dermaga dipilih di Kabupaten Tulungagung," ujarnya.
Jumlah jasa angkutan perahu penyeberangan di Sungai Brantas yang melintas di Tulungagung dan memisahkan wilayah itu dengan Kabupaten Blitar maupun Kediri diperkirakan mencapai puluhan unit.
Pengusaha perahu penyeberangan memanfaatkan akses jalur pintas antardesa yang terpisah sungai, sementara belum ada jembatan penyeberangan dibangun di antara kedua wilayah, kecuali di Kecamatan Kademangan, Kabupaten Blitar dan Jembatan Ngujang di Kabupaten Tulungagung.
Tidak hanya kendaraan roda dua, beberapa jasa angkutan penyeberangan juga melayani kendaraan besar roda empat dan enam seperti dump truk, maupun bis kecil.
Sayang, tiadanya izin operasional dari ASDP selaku otoritas resmi yang berwenang mengontrol jasa layanan angkutan sungai, danau dan penyeberangan membuat masyarakat pengguna jasa itu tidak terlindungi jasa raharja.
"Selain itu, tidak ada standarisasi keamanan dan pelayanan yang aman bagi pelanggan. Kalau terjadi kecelakaan dan terjadi korban jiwa, siapa yang tanggung jawab," kritik Arif, pengguna jasa penyeberangan setempat. (*)