Pamekasan (ANTARA) - Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Krop Alumni HMI (KAHMI) Pamekasan, Jawa Timur Selasa, mengelar aksi penggalangan dana untuk biaya operasi balita penderita Limfangioma, yakni tumor jinak yang biasa menyerang anak-anak dan bayi baru lahir, dan penderita penyakit ini umumnya dari keluarga kurang mampu.
“Aksi kemanusiaan ini kami gelar, karena penderita jenis penyakit ini dari keluarga yang tidak mampu, sedang biaya yang dibutuhkan sangat besar,” kata juru bicara KAHMI Pamekasan Khairul Kalam di Pamekasan, Selasa.
Balita yang terserang penyakit limfangioma bernama Nur Anisa Maharani, anak dari pasangan suami istri Khoirotun Nisa (22) dan Abdur Rauf (22), warga Jalan Bazar, Kelurahan Jungcangcang, Pamekasan, Madura, Jawa Timur.
Aksi penggalangan dana oleh HMI dan KAHMI Pamekasan ini digelar di bagian selatan monumen Arek Lancor, Pamekasan kepada para pengendara kendaraan bermotor yang melintas di jalan raya itu.
Mereka membawa kardus dan foto Anisa dengan kondisi paha dan betis yang membangkak. Para aktivis HMI dan KAHMI Pamekasan ini menggugah para pengendara, agar bersedia menyisihkan sebagian uangnya untuk balita penderita limfangioma itu.
“Mohon keikhlasan bapak-ibu sekalian untuk membantu balita Anisa. Sebab, jika anak dibiarkan khawatir penanganannya akan terlambat," ucap Khairul Kalam dengan menggunakan pengeras suara.
Aksi penggalangan dana untuk biaya operasi balita penderita tumor Anisa itu, merupakan hari kedua. Dua organisasi ini memulai aksinya, sejak Senin (23/12). Aksi ini mendapatkan perhatian dari para pengguna jalan.
Rani, sapaan akrab balita penderita limfangioma itu, sudah menderita penyakit itu sejak tujuh bulan lalu. Ia mengalami bengkak di kaki kirinya, dan hasil diagnosis dokter menyebutkan bahwa yang bersangkutan menderita Limfangioma.
Penyakit ini sudah mendera tubuh Rani sejak lahir, pada Mei 2019. Orangtuanya Khoirotun Nisa mengungkapkan, rasa sedihnya, karena sang buah hatinya selalu menangis kesakitan.
“Kalau lagi kambuh, nangisnya seperti orang kesurupan,” kata Khoirotun Nisa kepada wartawan di rumahnya Sabtu (21/12/2019).
Berbagai upaya telah dilakukan untuk kesembuhan anak pertamanya itu, termasuk membawa bayinya ke RSUD Dr Soetomo Surabaya. Namun, hingga kini tidak tampak perubahan signifikan pada penyakit Rani.
Menurutnya, selama diperiksa di RS Soetomo bayinya hanya diberi obat penghilang rasa nyeri. Sementara tindakan operasi belum ada kepastian dari pihak rumah sakit.
Di satu sisi, pihak keluarga merasa khawatir penyakit yang dialami Rani menyebar ke organ tubuh lainnya yang bisa mengancam nyawanya jika tidak segera dioperasi.
“Janjinya dulu, saat ia berusia enam bulan mau dioperasi, tapi hingga saat ini tidak dioperasi. Setelah itu kami harus menunggu lagi sampai bulan Februari 2020, untuk tindakan operasi. Itu pun belum pasti,” kata keluarga lainnya.
“Seharusnya saat ini sudah dioperasi, tapi hingga kini tidak juga diperasi. Mungkin karena kami menggunakan BPJS,” ujarnya.
Kondisi ekonomi keluarga Rani yang kurang mampu, apalagi suaminya hanya bekerja sebagai tukang parkir di Rumah Sakit Paru Pamekasan, membuat keluarga ini hanya bisa pasrah.
Orang tua Rani, Khoirotun Nisa juga menuturkan, dulu, setiap Minggu membawa buah hatinya itu ke RS Dr Soetomo untuk kontrol, tapi akhir-akhir ini hanya sebulan sekali, karena tidak memiliki cukup uang.
“Kami sangat kasihan. Apalagi kalau penyakitnya sudah kambuh,” tuturnya dengan linangan air mata.
Khoirotun Nisa menikah dengan Abdur Rauf pada 2018. Dari pernikahannya itu, pasangan ini dikaruniai buah hati bernama Nur Anisa Maharani, yang saat ini berjuang melawan penyakit Limfangioma yang dideritanya itu.
Sementara, pada hari pertama aksi penggalangan dana ini, sudah terkumpul yang sebesar Rp1.265.000.
Menurut Ketua HMI Cabang Pamekasan Hokim, hasil dari penggalangan dana itu nantinya akan diserahkan secara langsung kepada orang tuanya, agar balita tersebut bisa segera dioperasi.
Pada hari kedua ini, elemen masyarakat yang turun secara langsung melakukan aksi penggalangan dana, tidak hanya dari HMI dan KAHMI Pamekasan saja, akan tetapi juga dari sejumlah pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) di wilayah itu.