Jakarta (ANTARA) - Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menyambut baik dikeluarkannya Permendikti tentang Program Pendidikan (PPA) Tahun 2019, program ini sebagai momentum Peningkatan Pendidikan Advokat selama ini PKPA di Tanah Air, teknis akan merekomendasikan mitra kerja pelaksana PKPA yang jumlahnya untuk sementara menyebar di 160 Universitas seluruh Indonesia.
Teknis kerja sama dilakukan Peradi bersama Perguruan Tinggi yang mempunyai Pendidikan Tinggi Hukum terakreditasi minimal B, dengan cara sebagai mana aturan Dikti diharapkan Kementerian Ristek dan Pendidikan Tinggi dapat memberikan izin Prodi PPA di Fakultas Hukum terpilih dan punya pengalaman melaksanakan program PKPA.
Ketua Umum DPN Peradi Fauzie Y Hasibuan, mengaku akan melakukan harmonisasi produk Undang Undang Advokat dengan UU Pendidikan Nasional serta turunannya dengan target bagai mana bisa agar kualitas Pendidikan Advokat dapat ditingkatkan, sehingga mutu pelayanan advokat kepada masyarakat dalam dan luar negeri dapat dilayani dengan baik khususnya guna menghadapi berbagai tantangan kedepan.
"Kata kuncinya adalah Pelaksanaan Harmonisasi sebagai satu sinergi antara Perguruan tinggi dan Organisasi advokat kata Fauzie, saat membuka ujian profesi advokat di Jakarta, tanggal 31 Agustus 2019 yang lalu."
Fauzie berharap PPA yang akan dilaksanakan berdasarkan aturan Kemendikti dan Peradi bisa menjawab kebutuhan advokat yang bisa melakukan pendekatan perkembangan sistem imfomasi teknologi. Hal ini juga ditujukan guna meminimalisir agar advokat tidak akan kehilangan pekerjaan sebagai risiko kebutaan kepada Teknologi Informasi.
"Jika mereka tidak mengikuti perkembangan bukan tidak mungkin para advokat ini akan kelihalangan pekerjaan dimasa datang. Kami akan kerjakan sedini mungking melakukan pendidikan yang berkaitan dengan IT ini," tambahnya.
Fauzie menjelaskan, Peradi telah mendapatkan kepercayaan dari Internasional Bar Associstion, organisasi advokat dunia, yang menghimpun 190 Anggota Organisasi Advokat sedunia itu melaksanakan Seminar Internasional di mana pendidikan berkaitan dengan perkembangan IT.
Pelatihan dan Pendidikan tersebut sudah dilakukan di Bali dan Jakarta untuk para advokat internasional dan khususnya Indonesia, selanjutnya daerah-daerah kita dorong juga untuk melaksanakan pendekatan IT, dengan mendatangkan pembicara berkelas tingkat Internasional ini dilakukan sebagai upaya Peradi untuk proteksi Jaman Now.
"Kurikulum pendidikan akan disempurnakan dengan mencermati perkembangan IT. PPA kedepan juga akan mempelajari hal tersebut," tambah Fauzie.
Hal senada juga dikemukakan Ketua Dewan Pembina Peradi Otto Hasibuan mengatakan advokat Peradi dibawah pimpinan Fauzie Hasibuan harus mengerti berbagai peraturan yang berkaitan dengan perkembangan sistem informasi teknologi.
"Pesatnya perkembangan IT tentu juga diikuti oleh perkembangan aturan UU. Untuk itu, advokat harus mengikuti perubahan UU tersebut," ujarnya.
Otto mencontohkan saat ini tengah digosok revisi UU KUHP guna mengikuti perkembangan zaman. Disamping itu, dalam perkembangan IT juga telah lahir UU ITE.
"Semua itu mesti dikuasi advokat Indonesia agar tidak kalah dalam membela pencari keadilan," imbuh Otto.
Ia menambahkan mereka yang telah selesai menempuh pendidikan advokat sudah selayaknya mengikuti ujian profesi sebagai syarat untuk bisa diambil sumpahnya oleh Pengadilan Tinggi Negeri.
Tercatat sebanyak 7.785 calon advokat di 39 kota seluruh Indonesia mengikuti ujian profesi advokat. DKI Jakarta tercatat menyumbang peserta paling banyak sebesar 2.946 peserta.
Menanggapi besarnya jumlah peserta unjian profesi advokat kali ini, Dirjen Hak Asasi Manusia Kemenkumham Mualimin Abdi mengaku senang begitu banyaknya antusiasme masyarakat untuk memilih advokat sebagai profesi mereka. Akan tetapi ia mengingatkan agar advokat ini bisa mengikuti berbagai perkembangan UU dan sistem teknologi.
"Advokat harus mengikuti berbagai peratuan perundangan yang cepat berkembang. Advokat ini penegak hukum harus belajar," kata Mualimin.
Ia berharap para advokat yang telah melakukan ujian ini bisa cepat beradaptasi dengan KUHP yang akan disahkan DPR dalam waktu dekat. Pasalnya, mereka harus meninggalkan paradigma KUHP peninggalan Belanda yang selama ini berlaku.
"Perubahan KUHP ini merupakan karya anak bangsa yang diseusaikan dengan kondisi Indonesia saat ini. Advokat juga harus bisa mengikutinya," tambah Mualimin.
Mualimin berharap tidak banyak advokat yang tidak mendapatkan perkerjaan pascamengikuti ujian karena ketidakmampuannya dalam membantu pencari keadilan.
Turut memantau ujian utusan dari Kementrian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Faisal alwi,
Analis kelembagaan ditjen kelembagaan.
Ketua Panitia Ujian Profesi Advokat, Dwiyanto Prihartono, menambahkan bahwa jumlah peserta tahun ini tertinggi dalam 20 kali penyelenggaraan ujian dan kota kota lokasi ujian terbanyak yaitu 39 kota. Harapan ke depan para peserta yang lulus juga dapat memenuhi kebutuhan pencari keadilan termasuk yang tidak mampu dengan rasio yang memadai di seluruh pelosok Indonesia.(*)