Surabaya (AntaraJatim) - Praktisi pendidikan Dr MG Bagus Ani Putra menilai dosen berpendidikan S2 masih mengalami penumpukan selama tahun 2013, karena itu penumpukan harus diatasi pada 2014. "Kalau tidak teratasi akan merugikan masyarakat, karena kualitas pendidikan tidak meningkat," katanya tentang refleksi sistem pendidikan tinggi selama 2013 di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Selasa. Di sela-sela pelantikan dirinya sebagai Ketua Pusat Informasi dan Humas (PIH) Unair Surabaya, ia menjelaskan Kemendikbud sebenarnya sudah mengeluarkan beasiswa untuk menempuh studi S3. "Bahkan, Kemendikbud juga sudah mengeluarkan beasiswa penelitian untuk menyelesaikan disertasi senilai Rp30 juta hingga Rp50 juta," ucapnya. Namun, katanya, implementasi di lapangan masih saja terjadi penumpukan dosen berpendidikan S2, misalnya, di Unair hingga Desember 2012 tercatat dosen tetap (PNS) berpendidikan S3 hanya 405 orang dan dosen tidak tetap berpendidikan S3 mencapai empat orang. Sementara itu, dosen tetap (PNS) berpendidikan S2 di Unair mencapai 1.040 orang atau dua kali lipatnya, sedangkan dosen tidak tetap berpendidikan S2 mencapai 23 orang atau hampir enam kali lipat. Tidak hanya itu, jumlah guru besar dari 1.506 dosen tetap dan 31 dosen tidak tetap itu punya hanya 405 orang yang masih aktif mengajar. "Bahkan mulai Januari 2014 akan diberlakukan kenaikan jabatan dari lektor ke lektor kepala untuk dosen berpendidikan minimal S3 dan KUM bernilai 400," tutur dosen Fakultas Psikologi Unair itu. Ironisnya, dosen tetap yang berpendidikan S1/D4 juga masih berjumlah 118 orang dan dosen tidak tetap berpendidikan S1/D4 juga masih ada sejumlah empat orang. "Padahal, pemerintah sudah menetapkan pendidikan minimal dosen adalah S2 dan beasiswa juga dikucurkan untuk merangsang minat dosen berpendidikan S2 menempuh S3," ujarnya. Bahkan, sejumlah fakultas di Unair seperti Fakultas Psikologi memberlakukan kontrak dosen dengan fakultas bahwa mereka wajib menempuh S3 sebelum usia 40 tahun. "Saya yakin apa yang terjadi di Unair itu merupakan fakta umum yang juga terjadi di universitas lain, karena itu perlu kebijakan yang mendukung implementasi itu (dosen berpendidikan minimal S2 dan dosen wajib menempuh S3)," tukasnya. Misalnya, dosen yang sedang menempuh S2 dan S3 hendaknya dibebaskan dari tugas mengajar, agar bisa konsentrasi dalam studi hingga cepat selesai dan tidak "mengorbankan" mahasiswa/anak didik. "Selama ini, dosen yang bebas tugas mengajar hanya berlaku untuk mereka yang menempuh studi S2 dan S3 di luar negeri, sedangkan di dalam negeri justru dibebani dengan mengajar dan bahkan proyek penelitian, sehingga pendidikannya terbengkelai," ungkapnya. Ia menambahkan hal yang juga penting dilakukan pemerintah adalah pendataan sumberdaya manusia di perguruan tinggi agar ada effisiensi dalam pendidikan. "Pemerintah sudah mengarah ke pendataan secara online, namun masih ada saja pendataan ganda," katanya. (*)
Berita Terkait
Praktisi hukum Unigoro minta pemkab sosialisasikan KUHP terbaru
17 November 2025 18:37
Praktisi: Desainer Indonesia harus jaga nilai kemanusiaan di tengah gempuran AI
14 November 2025 18:44
Praktisi hukum minta masyarakat ikut awasi proyek BKKD di Bojonegoro
4 November 2025 10:14
FISIP UB tingkatkan kapasitas pemanfaatan AI bagi praktisi humas
15 Agustus 2025 19:56
Akademisi: Penguatan peran masyarakat jadi upaya tekan pernikahan dini
10 Juli 2025 14:34
Praktisi hukum nilai penahanan ijazah pekerja adalah pelanggaran HAM
19 Juni 2025 17:15
Praktisi hukum: SE larangan kemasan sekali pakai bisa digugat
10 April 2025 19:27
Praktisi K3: Budayakan keselamatan sejak dari rumah
23 Maret 2025 13:05
