Malang Raya (ANTARA) - Praktisi hukum Abdul Aziz menilai bahwa langkah sebuah perusahaan melakukan penahanan ijazah milik pekerja merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM).
"Penahanan ijazah itu melanggar hak asasi manusia dimana dalam hal ini adalah pekerja," kata Abdul Aziz saat dihubungi Antara melalui sambungan telepon dari Kota Malang, Jawa Timur, Kamis.
Pernyataan dari Abdul Aziz tersebut menanggapi adanya dugaan kasus penahanan ijazah milik pekerja salah satu perusahaan di Kota Malang.
Penahanan ijazah, kata dia, akan membuat seorang pekerja mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, demi mencapai kesejahteraan hidup.
"Kalau ijazah itu ditahan, dia (pekerja) tidak akan bisa berbuat apa-apa (mencari pekerjaan lain)," ucap CEO Firma Hukum PROGRESIF LAW ini.
Maka dari itu, perusahaan dikatakannya tidak boleh menjadikan ijazah pelamar pekerjaan sebagai sebuah dokumen yang dijaminkan.
"Perusahaan seharusnya fokus pada pengelolaan hubungan kerja yang baik dan adil," ujarnya.
Penahanan ijazah, kata dia, sudah jelas dilarang di dalam Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 tentang Larangan Penahanan Ijazah dan/atau Dokumen Pribadi Milik Pekerja/Buruh oleh Pemberi Kerja.
Jika merujuk pada poin pertama SE tersebut, disebutkan bahwa pemberi kerja dilarang mempersyaratkan dan atau menahan ijazah maupun dokumen pribadi milik pekerja.
Dokumen pribadi yang dimaksudkan, antara lain berupa sertifikat kompetensi, paspor, akta kelahiran, buku nikah, hingga buku kepemilikan kendaraan bermotor.
Lalu, di dalam poin kedua dijelaskan bahwa pemberi kerja dilarang menghalangi atau menghambat pekerja untuk mencari dan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
"Dasarnya itu sudah jelas, yakni surat edaran dari Menteri Ketenagakerjaan. Jadi perusahaan dilarang keras menahan ijazah pekerja sebagai jaminan untuk bekerja," kata Abdul Aziz.
Kendati demikian, dia menjelaskan, bahwa sebuah perusahaan bisa meminta kepada pekerja untuk menyerahkan ijazah asalnya membuat sebuah perjanjian yang sifatnya tidak sepihak.
Karena, berdasarkan Surat Edaran (SE) Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/5/HK.04.00/V/2025 juga mengatur beberapa hal kondisi tertentu dan dibenarkan secara hukum yang memungkinkan perusahaan meminta pekerja untuk menyerahkan ijazah dan atau sertifikat kompetensi.
Syarat itu, yakni ijazah dan atau sertifikat kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang dibiayai oleh pemberi kerja berdasarkan perjanjian kerja tertulis.
Kemudian, pemberi kerja wajib menjamin keamanan ijazah maupun sertifikat kompetensi yang disimpan, dan memberikan ganti rugi apabila dokumen tersebut rusak atau hilang.
"Kesepakatan yang buat harus memenuhi syarat (ketentuan di dalam regulasi)," ucapnya.
Berkaca pada dugaan kasus penahanan ijazah yang ada di Kota Malang, Abdul Aziz menyebut bahwa kejadian ini bisa dilaporkan kepada Kementerian Ketenagakerjaan.
"Bisa dilaporkan ke Kementerian Ketenagakerjaan, tentunya dengan identitas, perjanjian, dan dokumen yang relevan sebagai pekerja," tuturnya.
