Surabaya (ANTARA) - Praktisi Komunikasi mengimbau desainer Indonesia tidak kehilangan nilai kemanusiaan dalam berkarya meski teknologi kecerdasan buatan (AI) kian mendominasi industri kreatif.
"Manusia jangan kehilangan kemanusiannya karena teknologi hanya alat bantu, namun jiwa dari sebuah karya ada di tangan manusia," kata praktisi dan peneliti komunikasi Pritha Ayodya S.Sn, M.Ikom dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, di Surabaya, Jumat.
Pritha yang tengah menempuh program doktoral di Universitas Sahid Jakarta itu menegaskan pentingnya prinsip etika, ketangguhan (GRIT), dan filosofi estetika sebagai fondasi desainer menghadapi era AI.
Pritha mencontohkan karya tipografi dalam buku "Tipografi 2023" karya Surianto Rustan yang menghadirkan fonta ramah lingkungan dan fonta berakar pada aksara Jawa sebagai bukti kekayaan budaya Indonesia yang dapat diangkat dalam desain modern.
Senada dengan itu, akademisi dan seniman Denny Rangipang S.Sn menekankan perlunya karya desain berakar pada budaya dan keberlanjutan, bukan sekadar mengejar estetika semata.
Menurutnya, desainer merupakan konseptor dan kreator yang menjembatani tradisi Nusantara dan masa depan digital.
Denny yang karyanya "PALLAWA" berupa produk pena dari kayu daur ulang Kalimantan meraih berbagai penghargaan internasional termasuk Good Design Indonesia dan PIN Award, mencontohkan pentingnya konsep Golden Ratio untuk menyelaraskan karya dengan alam semesta.
Kedua narasumber menyampaikan pandangan tersebut dalam kuliah umum "Komunikasi Manusia dengan Semesta" yang digelar Program Studi Desain Komunikasi Visual Trisakti Multimedia (TMM) di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, President TMM Sammy Suyanto S.Sn, M.Si mengatakan kegiatan tersebut sejalan dengan misi institusi melahirkan desainer yang tidak hanya kreatif dan inovatif, tetapi juga memiliki kesadaran sosial dan ekologis.
Secara terpisah, Kepala Biro ANTARA Provinsi Jawa Timur Rachmat Hidayat menilai komunikasi visual merupakan medium kuat membentuk cara pandang generasi muda tentang dunia dan diri mereka sendiri.
"Desain bukan hanya soal tampilan, tetapi soal makna dan interaksi yang nyata dengan masyarakat," ujarnya.
