Banyuwangi (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, bersama Kejaksaan Negeri setempat menyepakati penerapan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana untuk mewujudkan penegakan hukum yang humanis.
Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani mengatakan pihaknya telah menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) dengan Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi tentang pelaksanaan pidana kerja sosial bagi pelaku tindak pidana di Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya.
"Dengan pemberlakuan pidana kerja sosial diharapkan dapat mewujudkan penegakan hukum yang humanis karena hukuman ini berfokus pada rehabilitasi dan reintegrasi pelaku tindak pidana ke masyarakat," kata Ipuk dalam keterangannya di Banyuwangi, Senin.
Ipuk menyatakan komitmen Pemkab Banyuwangi dalam mendukung dan menjalankan amanat KUHP baru itu, di antaranya dengan menyediakan fasilitas dan sumber daya yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pidana kerja sosial, seperti tempat dan program kerja.
"Semoga dengan adanya hukuman pidana kerja sosial bisa membantu pelaku tindak pidana untuk memperbaiki diri dan meningkatkan kesadaran mereka akan kesalahan dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat," ujar dia.
Kepala Kejaksaan Negeri Banyuwangi Agustinus Octovianus Mangotan menyampaikan bahwa hukuman pidana kerja sosial nantinya akan ditentukan oleh hakim di pengadilan.
"Tidak semua kejahatan pidana bisa mendapatkan hukuman kerja sosial, ada kriterianya. Misal, pelaku tindak pidana ringan, seperti pencurian, penganiayaan dan sejenisnya," katanya.
Menurut Agustinus, penandatanganan perjanjian kerja sama itu dilakukan untuk persiapan penerapan pidana kerja sosial dalam KUHP baru yang akan berlaku efektif mulai 2 Januari 2026.
"Pidana sosial merupakan alternatif hukuman yang bertujuan merehabilitasi dan memberikan kesempatan kepada pelaku tindak pidana untuk memperbaiki diri dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat," ujarnya.
Agustinus menambahkan pelaksanaan hukumannya pun akan dinamis, bisa dengan hukuman sosial atau hukuman kerja yang menyesuaikan dengan kemampuan terpidana.
Ia mencontohkan ketika hakim memutuskan terpidana mendapatkan hukuman 50 jam kerja sosial maka terpidana bisa menjalaninya dengan menjadi tenaga kebersihan atau penyapu jalan.
"Atau nanti bisa juga menyesuaikan dengan bakat dan keterampilan terpidana. Jadi, mereka menjalani hukuman dengan mengikuti pelatihan yang diselenggarakan pemda karena inti dari hukuman ini adalah pembinaan," tutur Agustinus.
Penandatanganan PKS tersebut diawali dengan penandatanganan MoU antara Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa dan Kepala Kejaksaaan Tinggi Agus Sahat S.T. Lumban Gaol.
MoU ini merupakan tindak lanjut UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) baru, terutama Pasal 65 Ayat 1 yang memasukkan pidana kerja sosial sebagai alternatif pemidanaan.
