Kota Batu, Jawa Timur (ANTARA) - Kepolisian Resor Batu, Jawa Timur, mengungkap kasus pemerasan senilai ratusan juta rupiah yang dilakukan dua orang tersangka, masing-masing berinisial YLA (40) dan FDY (51), terhadap salah satu pondok pesantren di wilayah setempat.
Kepala Polres Batu Ajun Komisaris Besar Polisi Andi Yudha Pranata di Mapolres Batu, Selasa, mengatakan dalam kasus ini, satu dari dua orang tersangka yang berinisial YLA diduga mengaku sebagai wartawan saat melancarkan aksinya. Sedangkan FDY adalah oknum dari lembaga swadaya masyarakat (LSM).
"Pelaku YLA mengaku sebagai wartawan dan FDY merupakan petugas dari Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Batu. Total uang yang diminta Rp340 juta," kata Andi.
Kedua tersangka itu ditangkap melalui operasi tangkap tangan oleh Polres Batu pada 12 Februari 2024, di salah satu restoran yang berlokasi di Desa Beji, Kecamatan Junrejo, Kota Batu.
Baca juga: Polres Blitar tindak eksploitasi tambang pasir
"Salah satu barang bukti yang kami amankan uang senilai Rp150 juta dalam bentuk pecahan Rp100 ribu," ujarnya.
Aksi pemerasan yang dilakukan kedua pelaku dengan memanfaatkan celah dari adanya dugaan kasus pelecehan seksual yang terjadi di pondok pesantren tersebut.
Andi menyatakan kedua tersangka meminta pihak pondok menyiapkan uang senilai RP340 juta dengan membangun narasi bahwa uang Rp120 juta atas permintaan keluarga korban, Rp150 juta untuk penyelesaian kasus di Polres Kota Batu, dan Rp10 juta sebagai biaya pemulihan nama baik melalui media massa.
"Jadi, sekali lagi tanggal 11 Februari 2025, pihak Pondok merespon dengan menyiapkan uang sebesar Rp340 juta dengan cara dua termin. Pihak Pondok merasa ini ada aktivitas pemerasan," ucap dia.
Permintaan uang senilai Rp340 juta ini bukan yang pertama kali dilakukan para tersangka sebab pada Januari 2025 kedua tersangka sempat melakukan hal serupa dan telah mendapatkan Rp40 juta dari pondok pesantren tersebut.
Andi menjelaskan bahwa saat itu satu orang pelaku berinisial FDY menginisiasi pertemuan tersendiri dengan pihak pondok pesantren tanpa sepengetahuan anggota P2TP2A lainnya pada 27 Januari 2025 di sebuah kafe di Kota Batu. YLA juga ikut hadir dalam pertemuan itu.
Berdasarkan fakta penyelidikan kepolisian dalam dugaan kasus pemerasan ini, diketahui bahwa YLA yang mengaku sebagai wartawan meminta pihak pondok pesantren menyiapkan uang senilai Rp40 juta.
YLA membangun narasi dengan menyatakan bahwa uang itu akan dibagikan ke sejumlah media agar tidak melakukan pemberitaan soal dugaan kasus tersebut.
"Uang sebesar Rp40 juta itu arahnya digunakan untuk menutup kasus ini dan diberikan kepada sejumlah awak media," ujarnya.
Kemudian dari nilai Rp40 juta itu, YLA mendapatkan bagian Rp22 juta, lalu Rp3 juta diberikan kepada FDY, dan Rp15 juta untuk membayar pengacara.
Atas perbuatannya kedua tersangka diancam Pasal 368 KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama sembilan tahun.