Kota Probolinggo, Jawa Timur (ANTARA) - Anggota Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Kota Probolinggo Heri Astuti mengatakan perlu upaya lebih maksimal untuk mendorong perputaran ekonomi di kota setempat, seiring capaian inflasi bulan Agustus 2021 sebesar 0,06 persen.
"Situasi COVID-19 di Kota Probolinggo bulan lalu dan masih diberlakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, sehingga perputaran perekonomian belum maksimal," kata Heri Astuti, yang juga Kepala Bagian Perekonomian dan Pembangunan Kota Probolinggo dalam rilis yang diterima ANTARA di kota setempat, Kamis.
Menurutnya, inflasi merupakan lambang kenaikan perekonomian yang dipengaruhi oleh adanya indeks harga konsumen atau bisa juga dikatakan dengan meningkatnya jumlah permintaan barang, sementara ketersediaan stok kurang memenuhi sehingga terjadi kenaikan harga.
"Sebetulnya adanya kenaikan inflasi itu menunjukkan adanya pergerakan perekonomian yang lebih baik. Tapi, kalau dilihat dengan capaian inflasi bulan Agustus 2021 di Kota Probolinggo yang menurun disebabkan beberapa hal," tuturnya.
Analis Fungsi Data, Statistik Ekonomi dan Keuangan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Malang Dini Amalia yang dihubungi terpisah berharap situasi inflasi di Kota Probolinggo itu tidak berpengaruh pada daya beli masyarakat, meskipun terjadi fenomena seperti itu.
"Karena daya beli masyarakat yang stabil atau justru meningkat, menunjukkan bahwa level inflasi juga lebih moderat," katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Probolinggo, tercatat lima kota dari delapan kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di Jawa Timur mengalami inflasi dan tiga kota mengalami deflasi pada Agustus 2021. Kelima kota yang mengalami inflasi, yakni Surabaya, Madiun, Kota Probolinggo, Jember, dan Kota Malang.
Penyumbang utama inflasi Agustus 2021 di Kota Probolinggo, yaitu komoditas daging ayam ras sebesar 0,0601 persen, tomat 0,03 persen, bawang merah 0,02 persen, minyak goreng, ikan tongkol dan ikan benggol masing-masing sebesar 0,01 persen, bayam, pir dan ikan kembung.
"Daging ayam ras dan tomat menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar, sehingga ikut memberikan andil inflasi di Kota Probolinggo sebesar 0,06 persen," tuturnya.
Dilihat dari neraca ketersediaan pangan Kota Probolinggo pada Agustus 2021, lanjut dia, antara produksi yang dihasilkan petani dengan kebutuhan pasar, ada beberapa komoditas yang belum dapat terpenuhi.
"Contohnya beras, yang neracanya terlihat masih defisit. Jadi, itu adalah neraca yang dihasilkan produk petani, termasuk di dalamnya bawang putih dan cabe rawit," katanya.
Ia mengatakan harga tomat memang sempat melonjak tinggi, padahal biasanya harganya cenderung stabil bahkan di bawah rata-rata, sehingga kondisi itu berbanding terbalik dengan harga cabai rawit yang justru terjun bebas, setelah sebelumnya mengalami fluktuatif.
"Selain dipicu harga tomat dan daging ayam ras yang mengalami inflasi kali ini, kami juga memantau harga cabai rawit yang mengalami fluktuatif sejak bulan Juli lalu," ujarnya.
Berdasarkan data, harga cabai rawit dari Rp48 ribu per kilogramnya dan hingga akhir Agustus 2021 terpantau harganya terjun bebas ke angka Rp14 ribu per kilogram, sehingga kondisi itu pula yang akhirnya memberikan andil terbesar terjadinya deflasi di Kota Probolinggo.