Dosen Pembimbing Lapangan COP Internasional UKP Kresmana Liem di Mojokerto, Rabu mengatakan pembangunan pipanisasi bagi warga itu adalah merupakan salah satu program fisik bagi peserta dalam kegiatan yang sudah diadakan ke-21 ini.
"Yang lalu air bersih tidak bisa masuk ke rumah warga sehingga kebanyakan warga tidak punya toilet. Dengan diperbanyakan pipanisasi ini, warga mempunyai toilet di rumahnya dan mendapatkan sanitasi yang baik. Kesadaran sanitasi warga juga meningkat" kata dia.
Selain memperbanyak pipanisasi, dalam kegiatan yang dilaksanakan antara tanggal 10 Juli-4 Agustus ini peserta juga membangun gasebo dan lainnya. Tak hanya fisik, mereka juga mengadakan kegiatan non-fisik seperti mengajar di SD setempat yang persentasenya mencapai 50:50.
"Kalau fisik saja kami khawatir tidak akan mengena ke warga. Kami ingin adanya interaksi antar peserta dengan warga. Itulah kenapa setiap dua orang peserta akan menginap di warga untuk mempercepat interaksi dan juga belajar budaya warga setempat," tutur Kresmana.
Dia menjelaskan, dalam COP kali ini diikuti oleh 175 peserta dari delapan negara yakni Indonesia, Korea Selatan, Hong Kong, Cina, Belanda, Singapura dan Inggris. Selain itu, ini adalah kali keempat mereka mengadakan kegiatan di Mojokerto dan ketiga di Desa Gumeng, Kecamatan Gondang itu.
"Peserta akan ditempatkan di delapan lokasi berbeda pada tujuh desa. Mereka juga harus menginap di rumah warga agar mempercepat adaptasi dan mengenal budaya serta kearifan masyarakat sekitar," ujarnya
Mengatar mahasiswa ke Indonesia. Di Belanda saya mengajar service learning.
Supervisor COP Internasional asal InHolland University Belanda Bob blinkhof mengatakan banyak hal yang bisa dipelajari dalam kegiatan ini terutama kepedulian terhadap orang lain.
Hal tersebut sangatlah penting bagi mahasiswanya yang asal Belanda. Di negaranya, lanjut Bob, ada banyak masalah terkait imigran Timur Tengah. Dengan mengikuti kegiatan ini, para mahasiswa punya pengalaman terutama tentang apa itu perbedaan dan bagaimana menjaga merawat perbedaan. Hal itu sangat penting bagi Belanda.
"Saya juga sangat suka Indonesia karena di sini ada Pancasila dengan sila-silanya yang menjunjung tinggi ketuhanan. Walau berbeda di sini diajarkan untuk menghormati satu sama lain dan tetap satu Indonesia," kata Bob.
Bob menilai, anak-anak Indonesia punya potensi yang sangat tinggi bahkan lebih tinggi dari pada anak di negaranya.
"Seringkali, mereka tahu lebih banyak tentang kehidupan dari pada anak di Belanda. Belanda tidak ada petani, mereka tidak tahu bagaimana cara membuat makanan, tapi anak di sini sudah tahu dan bisa," tuturnya.
Sementara peserta lain Pen Peixiao asal Guangxi Normal University Cina mengatakan banyak perbedaan yang dia dapatkan ketika datang di Indonesia dan mengikuti kegiatan COP.
"Banyak perbedaan yang saya dapat di sini yang tidak saya dapatkan di negara saya. Di negara saya waktu berjalan dengan cepat karena aktivitas yang sangat tinggi, selain itu saya dituntut mengerjakan semua sendiri. Di sini semua berbedam saya merasa diperhatikan. Saya sangat nyaman berada di Indonesia," kata dia.(*)
Selain memperbanyak pipanisasi, dalam kegiatan yang dilaksanakan antara tanggal 10 Juli-4 Agustus ini peserta juga membangun gasebo dan lainnya. Tak hanya fisik, mereka juga mengadakan kegiatan non-fisik seperti mengajar di SD setempat yang persentasenya mencapai 50:50.
"Kalau fisik saja kami khawatir tidak akan mengena ke warga. Kami ingin adanya interaksi antar peserta dengan warga. Itulah kenapa setiap dua orang peserta akan menginap di warga untuk mempercepat interaksi dan juga belajar budaya warga setempat," tutur Kresmana.
Dia menjelaskan, dalam COP kali ini diikuti oleh 175 peserta dari delapan negara yakni Indonesia, Korea Selatan, Hong Kong, Cina, Belanda, Singapura dan Inggris. Selain itu, ini adalah kali keempat mereka mengadakan kegiatan di Mojokerto dan ketiga di Desa Gumeng, Kecamatan Gondang itu.
"Peserta akan ditempatkan di delapan lokasi berbeda pada tujuh desa. Mereka juga harus menginap di rumah warga agar mempercepat adaptasi dan mengenal budaya serta kearifan masyarakat sekitar," ujarnya
Mengatar mahasiswa ke Indonesia. Di Belanda saya mengajar service learning.
Supervisor COP Internasional asal InHolland University Belanda Bob blinkhof mengatakan banyak hal yang bisa dipelajari dalam kegiatan ini terutama kepedulian terhadap orang lain.
Hal tersebut sangatlah penting bagi mahasiswanya yang asal Belanda. Di negaranya, lanjut Bob, ada banyak masalah terkait imigran Timur Tengah. Dengan mengikuti kegiatan ini, para mahasiswa punya pengalaman terutama tentang apa itu perbedaan dan bagaimana menjaga merawat perbedaan. Hal itu sangat penting bagi Belanda.
"Saya juga sangat suka Indonesia karena di sini ada Pancasila dengan sila-silanya yang menjunjung tinggi ketuhanan. Walau berbeda di sini diajarkan untuk menghormati satu sama lain dan tetap satu Indonesia," kata Bob.
Bob menilai, anak-anak Indonesia punya potensi yang sangat tinggi bahkan lebih tinggi dari pada anak di negaranya.
"Seringkali, mereka tahu lebih banyak tentang kehidupan dari pada anak di Belanda. Belanda tidak ada petani, mereka tidak tahu bagaimana cara membuat makanan, tapi anak di sini sudah tahu dan bisa," tuturnya.
Sementara peserta lain Pen Peixiao asal Guangxi Normal University Cina mengatakan banyak perbedaan yang dia dapatkan ketika datang di Indonesia dan mengikuti kegiatan COP.
"Banyak perbedaan yang saya dapat di sini yang tidak saya dapatkan di negara saya. Di negara saya waktu berjalan dengan cepat karena aktivitas yang sangat tinggi, selain itu saya dituntut mengerjakan semua sendiri. Di sini semua berbedam saya merasa diperhatikan. Saya sangat nyaman berada di Indonesia," kata dia.(*)