Surabaya (Antara Jatim) - Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang diketuai Ferdinandus menolak seluruh gugatan surat permohonan maaf yang diajukan oleh dokter Moestidjab dalam kasus dugaan malapraktik.
"Menyatakan menolak seluruh gugatan yang diajukan penggugat (dokter Moestidjab)," ujar Hakim Ferdinandus membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis.
Menurut Hakim, gugatan ditolak karena Tatok Poerwanto sebagai pasien telah menjadi korban atas dugaan malapraktik dokter Moestidjab.
Usai sidang, Sunarno Edi Wibowo, kuasa hukum dokter Moestidjab tak banyak berkomentar saat dimintai keterangannya perihal putusan tersebut.
"Saya banding atas putusan itu," katanya.
Sementara, Eduard Rudy Suharto selaku menantu dari Tatok Poerwanto mengaku lega dengan putusan hakim dan menilai putusan tersebut dianggap telah memenuhi rasa keadilan.
"Ini semakin membuktikan kesalahan dokter Moestidjab," katanya.
Ia mengatakan, jika laporan pidana yang dilaporkan ke Polda Jatim terkait malapraktik ini masih terus berjalan.
"Pidananya masih berjalan dan sekarang sudah proses penyidikan di Ditkrimsus Polda Jatim," katanya.
Dugaan malapraktik yang menimpa Tatok ini berawal saat dirinya mendapat perawatan medis atas penyakit katarak yang dideritanya di Surabaya Eye Clinic pada 28 April 2016 dan ditangani oleh dokter Moestidjab.
Usai operasi, Tatok justru merasakan nyeri dimatanya, namun dokter Moestidjab malah mengatakan bahwa kondisi tersebut wajar. Beberapa waktu berlalu, ternyata kondisi mata Tatok kian parah. Oleh dokter Moestidjab, Tatok disarankan kembali menjalani operasi di Rumah Sakit Graha Amerta, Surabaya.
Rudy mulai curiga saat dokter Moestidjab hanya menugaskan asistennya untuk menyampaikan hasil operasi kepada pihak keluarga. Kepada keluarga, asistennya mengatakan bahwa operasi tidak dapat dilanjutkan karena adanya pendarahan dan peralatan kurang canggih.
Kemudian dokter Moestidjab merujuk Tatok agar segera berobat ke Singapura. Ironisnya, ketika sampai di Singapura, lokasi yang disarankan dokter Moestidjab tenyata tidak layak. Keluarga pun akhirnya memutuskan membawa Tatok ke Singapore National Eye Centre di Singapura.
Hasil keterangan dari Singapore National Eye Centre itulah yang akhirnya membuat keluarga sadar bahwa Tatok telah menjadi korban malapraktik dokter Moestidjab.
Rekam medis dari Singapore National Eye Centre menjelaskan bahwa kondisi mata Tatok sudah tidak bisa ditangani lagi karena kesalahan saat operasi pertama yang dilakukan dokter Moestidjab.(*)