Surabaya (ANTARA) - Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya Yona Bagus Widyatmoko menilai potensi aset wisata yang ada di kota setempat masih belum tergarap maksimal.
"Menutup tahun anggaran 2025, sektor pariwisata Surabaya kembali diuji oleh realitas fiskal yang semakin ketat. Berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat memaksa pemerintah daerah memperketat efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)," katanya di Kota Surabaya, Rabu.
Ia mengatakan, sejumlah destinasi wisata yang dikelola Pemerintah Kota Surabaya dinilai belum menunjukkan kinerja yang sebanding dengan besarnya aset yang dimiliki.
"Surabaya sesungguhnya tidak kekurangan potensi wisata. Beragam destinasi yang dimiliki kota ini telah lama menjadi ruang rekreasi masyarakat," ujarnya.
Ia mengatakan, salah satu aset yang memiliki potensi bagus untuk dikembangkan adalah Kebun Binatang Surabaya (KBS). Namun demikian, tanpa kepemimpinan yang jelas, sulit berharap KBS mampu berkembang optimal dan memberikan kontribusi maksimal bagi PAD.
“Kalau KBS tidak punya dirut definitif, pengelolaannya pasti tidak bisa maksimal. Padahal ini aset besar milik kota yang seharusnya bisa menjadi penopang PAD, apalagi di tengah berkurangnya dana dari pusat,” ujarnya..
Ia menilai, selama kepemimpinan belum tertata, KBS cenderung berjalan rutin tanpa arah pengembangan yang jelas.
" Sementara itu, biaya operasional tetap harus ditanggung APBD, sehingga berpotensi menjadi beban anggaran jika tidak diimbangi peningkatan kinerja dan pendapatan," ujarnya.
Persoalan lain juga terlihat pada pengelolaan wisata baru, seperti wisata offroad Tahura Pakal yang diperkenalkan Pemkot Surabaya belum lama ini. Meski menawarkan konsep berbeda, pengelolaannya dinilai masih terjebak dalam pola birokrasi yang kaku. Sistem pendaftaran yang mengharuskan pengunjung mendaftar secara daring dinilai mengurangi fleksibilitas layanan, terutama bagi wisatawan yang datang secara spontan.
“Wisata itu harusnya fleksibel dan ramah pengunjung. Kalau semua harus daftar online dengan sistem yang kaku, orang bisa berpikir ulang untuk datang. Ini menunjukkan pengelolaan masih berorientasi administrasi, bukan pasar,” ujarnya.
Selain itu, kawasan wisata Kota Tua Surabaya yang diharapkan menjadi etalase sejarah kota juga dinilai belum sepenuhnya memberikan rasa nyaman bagi pengunjung.
Masih adanya persoalan penataan kawasan dan aktivitas yang mengganggu kenyamanan membuat kawasan tersebut belum optimal sebagai destinasi unggulan.
“Kalau bicara wisata, rasa aman dan nyaman itu kunci. Kota Tua ini potensinya besar, tapi kalau pengunjung masih merasa tidak nyaman, tentu sulit berharap kunjungan meningkat,” ujarnya.
