Surabaya (ANTARA) - Dinas Kesehatan Jawa Timur menegaskan bahwa program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan gizi masyarakat, tetapi juga memiliki dampak luas terhadap kesejahteraan ekonomi dan sosial.
Kepala Seksi Kesehatan Gizi Masyarakat Dinkes Jatim, Cicik Swi Antika, menyebutkan program MBG memiliki sepuluh keunggulan, di antaranya mendukung ketahanan pangan, membangun ekosistem berkelanjutan, meningkatkan kapasitas masyarakat melalui pelatihan, menciptakan lapangan kerja, serta membuka peluang investasi di sektor hilirisasi.
“Bukan sekadar memberikan makanan bergizi, tetapi juga berupaya menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta mengatasi masalah gizi, termasuk stunting, obesitas, dan kekurangan zat gizi mikro,” katanya dalam diskusi bertema "Peran Stakeholder dan Media dalam Mendukung Program Makan Bergizi Gratis" di Surabaya, Kamis.
Berdasarkan data Pemerintah Provinsi Jawa Timur, angka kematian ibu (AKI) pada 2024 mencapai 82,56 per 100.000 kelahiran hidup, lebih rendah dibandingkan target 93,34 per 100.000. Sementara angka kematian bayi (AKB) pada tahun yang sama tercatat 3.754 kasus, turun dari 3.938 kasus pada 2023.
Meski terjadi penurunan, percepatan upaya pengentasan tetap dibutuhkan. Program MBG pun selaras dengan upaya nasional dalam menekan angka stunting, yang menurut data e-PPGBM periode Januari-November 2024, prevalensinya di Jawa Timur berada di angka 5,96 persen, turun dari 6,10 persen pada Januari-Juni 2024 dan di bawah target nasional 14 persen.
Selain stunting, Dinkes Jatim juga menyoroti tingginya risiko anemia pada anak usia sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah (SD/MI). Pada 2023, angka anemia pada kelompok ini tercatat 0,52 persen, namun pada triwulan ketiga 2024 justru naik menjadi 0,14 persen.
“Tujuan utama MBG adalah meningkatkan pemenuhan gizi, memperbaiki prestasi akademik anak-anak, serta mendorong kesejahteraan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja guna mengentaskan kemiskinan,” ujar Cicik.
Program MBG menyasar anak sekolah dan pesantren di semua jenjang, ibu hamil dan balita bermasalah gizi, serta ibu menyusui dan balita dengan status gizi normal.
Corporate Communication Manager PT Frisian Flag Indonesia, Fetti Fadliah, menyampaikan bahwa masih banyak anak di Indonesia yang kekurangan asupan gizi, kalsium, dan vitamin D.
“Satu dari empat anak mengalami stunting, banyak remaja putri menderita anemia, dan anak-anak urban menghadapi risiko overweight,” katanya.
Frisian Flag Indonesia berkontribusi dalam program MBG dengan memberikan edukasi gizi dan mendorong konsumsi susu sebagai pelengkap sarapan. Data menunjukkan bahwa susu memiliki kandungan vitamin D empat kali lebih tinggi serta kalsium 2,6 kali lebih banyak dibandingkan sumber pangan lainnya.
Sejak 2013, Frisian Flag telah memberikan dukungan gizi kepada 2,5 juta anak. Tahun ini, perusahaan tersebut menyalurkan bantuan ke 10 sekolah, terdiri atas delapan SD dan dua SMP, dengan total sasaran 350 siswa.
Wakil Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Prof Dr drg Sandra Fikawati, MPH, juga menyoroti rendahnya konsumsi susu di Indonesia, yang hanya mencapai 16 liter per kapita per tahun, jauh tertinggal dari negara maju seperti Belanda yang mencapai 250 liter per kapita per tahun.
“Konsumsi susu perlu ditingkatkan karena berperan penting dalam pertumbuhan anak. Kampanye antisusu justru berisiko meningkatkan kasus stunting, malnutrisi, dan obesitas di kalangan anak-anak urban,” ujarnya.
Dalam upaya edukasi, pihaknya telah mengadakan program literasi gizi bagi guru di Cikarang, Jawa Barat, yang dilakukan secara berkala setiap pekan.
Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Timur, Lutfil Hakim, menilai bahwa program MBG sudah diterapkan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat, Finlandia, Denmark, Brasil, Jepang, Korea, dan India.
“Program ini positif dan sangat penting. Tantangannya terletak pada distribusi dan operasional di lapangan. Selain itu, pers perlu terlibat dalam memberikan edukasi serta koreksi yang membangun,” kata Lutfil.
Moderator diskusi, Rachmat Hidayat, yang juga Kepala Biro LKBN ANTARA Jawa Timur, menambahkan bahwa program MBG tidak hanya berfokus pada aspek kesehatan, tetapi juga membuka peluang usaha di sektor pertanian dan pangan lokal.
“Selama ini, program makan bergizi lebih sering dikaitkan dengan kesehatan semata. Padahal, program ini memiliki dampak lebih luas, termasuk dalam pemberdayaan ekonomi dan sosial,” ujarnya.