Jakarta (ANTARA) - Pemerintah menyepakati soal pengadaan wadah atau "tray" untuk pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak boleh diimpor atau buatan luar negeri, melainkan buatan industri lokal.
Dalam rapat terbatas dipimpin Presiden Prabowo Subianto, jajaran Dewan Ekonomi Nasional (DEN) memaparkan studi terkait pelaksanaan MBG dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri.
"Kami sepakat tadi dengan Bappenas dan juga Badan Gizi (Nasional) untuk bersama-sama melakukan pengawasan, misalnya bikin tray-nya, itu tidak boleh diimpor suruh bikin lokal karena kita lihat masih ada buatan luar," kata Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan saat memberikan keterangan pers di Kantor Presiden Jakarta, Rabu.
Luhut menjelaskan bahwa pemerintah, termasuk Badan Gizi Nasional (BGN) selaku pelaksana program MBG akan melakukan pengawasan terkait penggunaan wadah dari impor.
Berdasarkan studi yang dilakukan oleh anggota DEN Arief Anshory Yusuf, selama 20 tahun terakhir Indonesia mengalami surplus telur ayam dan daging ayam.
Melalui program MBG, surplus produksi kedua komoditas tersebut dapat terserap sehingga harga tidak jatuh dan berdampak pada pertumbuhan ekonomi lokal.
"Dengan adanya program (MBG) ini, itu semua terserap akan menjadi menggerakkan ekonomi, melalui telur dan ayam," kata Luhut.
Adapun anggota DEN, Arief Anshory Yusuf yang juga merupakan ahli kemiskinan menyebutkan bahwa MBG berpotensi menciptakan hingga 1,9 juta lapangan kerja baru sekaligus menekan angka kemiskinan hingga 5,8 persen.
"Program ini sangat bagus sekali dalam konteks pro-job, jadi menciptakan lapangan pekerja baru itu sampai 1,9 juta, lalu kemudian kemiskinan itu bisa berkurang sampai menjadi 5,8 persen," kata Arief.
DEN pun mengusulkan sejumlah langkah penguatan implementasi MBG, mulai dari melakukan "business process review", audit rutin oleh BPKP, hingga melibatkan masyarakat dalam pengawasan agar rantai pasok tetap terjaga dan tidak terjadi kebocoran.
