Jakarta (ANTARA) - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turun langsung memantau 13 provinsi dan 38 kabupaten/kota yang dinilai rawan di Pilkada 2024 karena tercatat memiliki potensi konflik sosial dan indikasi penyalahgunaan kekuasaan.
Pemantauan langsung ini merupakan langkah lanjutan Komnas HAM setelah memantau tahap pra-pilkada untuk memastikan terciptanya pilkada yang ramah HAM. Pemantauan akan dimulai dua hari sebelum pemungutan suara Pilkada 2024 yang bakal digelar pada Rabu (27/11).
“Mulai Senin depan (25/11) kami akan memantau di 13 provinsi yang kami pandang punya potensi konflik sosial yang tinggi dan juga ada indikasi penyalahgunaan kekuasaan atau netralitas aparatnya cukup tinggi,” kata Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM, Komnas HAM, Anis Hidayah saat konferensi pers di Kantor Komnas HAM RI, Jakarta, Jumat.
Anis menyebutkan beberapa provinsi yang akan dipantau tersebut adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Papua, Aceh, Kalimantan Barat, Maluku, dan Sumatera Barat.
Menurut dia, dalam menentukan kerawanan provinsi, Komnas HAM mempertimbangkan indeks kerawanan Bawaslu. Namun, Komnas HAM juga melakukan pemantauan pra-pilkada di beberapa provinsi di Indonesia dan didapatkan gambaran pola netralitas aparat dan potensi konflik sosial.
“Sehingga itu menjadi wilayah-wilayah yang kemudian kita putuskan untuk kita pantau,” imbuh Anis.
Komnas HAM telah melakukan pemantauan pilkada dengan empat fokus, yakni pada kelompok rentan, netralitas aparatur negara, potensi konflik sosial, serta kebebasan berekspresi dan berpendapat.
“Pilkada ini kan potensi konflik sosialnya lebih tinggi dibanding pemilu legislatif dan pemilu presiden. Terutama karena antara putra-putri daerah dan biasanya beda pilihan politik itu kemudian memicu konflik horizontal di masyarakat,” katanya.
Lebih lanjut, menjelang hari pemungutan suara Pilkada 2024, Komnas HAM menyampaikan enam poin imbauan. Pertama, mendorong semua pihak untuk bersama-sama mewujudkan penyelenggaraan pilkada yang ramah HAM, melalui pelaksanaan pemilihan yang inklusif terhadap kelompok marginal rentan, demokratis, bebas intimidasi, jujur, dan adil.
Kedua, mendorong pengawasan yang intensif terhadap aparatur negara. Ketiga, mengimbau pemerintah pusat dan daerah serta penyelenggara pemilihan untuk menjaga prinsip netralitas, independen, dan profesionalitas.
Keempat, mengimbau pasangan calon, tim kampanye, partai pendukung, dan kelompok relawan untuk menghindari penggunaan kekerasan, intimidasi, hoaks, politik uang, ujaran kebencian dan isu SARA, serta ujaran yang bias gender untuk menjatuhkan pasangan calon tertentu.
Kelima, mengimbau media massa menjalankan kontrol publik dengan menjalankan prinsip imparsialitas dan independen. Keenam, Komnas HAM mengimbau seluruh pemilih untuk mengedepankan sikap kritis sebelum memilih, menghormati pilihan politik orang lain, dan menjauhi kekerasan.