Blitar (ANTARA) - Calon Gubernur Jawa Timur (Jatim) nomor urut 2 Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan Hari Santri Nasional (HSN) menjadi momentum untuk mengisi kembali semangat bagi santri dan warga NU untuk terus menjaga persatuan dan keutuhan bangsa.
Khofifah mengungkapkan tentang keputusan pemerintah terkait dengan Hari Santri Nasional. Saat itu pemerintah menyiapkan Keppres atau Perpres terkait dengan hari tersebut.
"Salah satu orang yang ditugasi penyiapan nomenklatur Hari Santri Nasional oleh Presiden Jokowi saat itu adalah kami. Saat itu Bapak Presiden Jokowi menelepon saya tepat tiga hari sebelum dilantik. Beliau menyampaikan Hari Santri akan disiapkan Keppres atau Perpres, dan kemudian menanyakan apa libur apa tidak serta hari santri dimulai pada 1 Muharram atau tanggal lain," kata Khofifah dalam rilis yang diterima, Minggu.
Khofifah saat hadir dalam Pengajian Hari Santri Nasional dan Peresmian Rehab Masjid Al Huda Tawangrejo, Kecamatan Binangun, Kabupaten Blitar, mengungkapkan bahwa ia diberi amanat untuk menyiapkan payung hukum Hari Santri Nasional.
"Bahwa kami termasuk salah satu yang diberi amanah untuk menyiapkan payung hukum Hari Santri Nasional. Kemudian saya dengan Pak Pratik (Pratikno) yang sekarang Mensesneg saling bertukar email untuk menyiapkan draf yang bisa direkomendasikan pada Bapak Jokowi saat itu sebelum beliau dilantik sebagai presiden di tahun 2014," kata dia.
Ia juga menjelaskan perumusan HSN saat itu juga tidak sesederhana yang bisa dilihat. Bahkan, ada yang sempat meragukan dan kesulitan untuk mencari bukti catatan sejarah bahwa yang berjuang saat peristiwa tewasnya AWS Mallaby itu adalah dari kalangan santri.
"Ada yang bilang pada peristiwa itu santrinya hanya 12 orang. Ini menjadi hal penting menurut saya bahwa ternyata banyak yang ingin menghilangkan peran NU dalam memperjuangkan kemerdekaan dan kemudian mempertahankan kemerdekaan RI," kata Khofifah.
Untuk itu, kata dia, sejarah NU yang berjuang habis-habisan untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan harus dikuatkan dan terus di-remain serta didokumentasikan
Terutama, kata dia, ketika KH Hasyim Asy'ari mengomandani kiai dan santri serta mengeluarkan fatwa "Resolusi Jihad" pada 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad ini berisi kewajiban bagi setiap orang atau fardhu ain untuk berjihad mempertahankan Kemerdekaan Indonesia dengan melawan penjajah yang masih berada di Indonesia.
"Itulah mengapa pasukan yang turun dalam agresi militer yang kemudian puncaknya di Surabaya itu adalah pasukan santri dan para pengasuh pesantren," katanya.
Khofifah mengaku turun tangan untuk menelusuri sejarah mencari berapa jumlah santri, pengasuh pondok pesantren yang turun bersama-sama dengan membawa bambu runcing melawan penjajah.
"Bahkan saya menemukan catatan sejarah bahwa Bung Tomo sowan ke KH Hasyim Asy'ari dan menanyakan 'Kiai kalau saya ingin membangun semangat bersama untuk mempertahankan Indonesia apa yang harus saya ucapkan?'. Maka saat itu KH Hasyim Asy'ari menyampaikan Tolong pekikan kalimat takbir, Allahu Akbar," kata Khofifah.
Ia pun menegaskan pekikan takbir yang diteriakkan Bung Tomo adalah atas masukan dari KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU.
"Ini agar semangat para pejuang dilipatkan oleh Allah. Cerita-cerita sejarah semacam ini mulai hilang dari sejarah," kata Khofifah.
Ia juga mengungkapkan setelah keputusan penetapan Hari Santri Nasional tersebut, Provinsi Jatim juga membuat keputusan dengan membuat Pergub tentang Pesantren.