Sidoarjo (ANTARA) - Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Provinsi Jawa Timur menyatakan bahwa pola pengelolaan pesantren dinilai perlu perubahan paradigma, mengingat ada perubahan pola tersebut di kalangan masyarakat.
Kabid Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Jatim, Muhammad As'adul Anam, usai pembukaan Workshop Santri Berseri, di Sidoarjo, Jawa Timur, Selasa mengatakan bahwa keberadaan pesantren tidak bisa menggunakan pola lama.
"Keberadaan pesantren sudah ada sebelum Belanda datang. Kita ingin memberikan pemahaman bahwa pesantren tidak bisa dibiarkan begitu saja menggunakan pola dulu," kata Anam.
Anam menjelaskan, perubahan paradigma pengelolaan pesantren tersebut mencakup manajemen pesantren, hingga kepengasuhan dan manajemen santri.
"Termasuk pola kepengasuhan dan aspek manajemen santri," ungkapnya.
Terkait perizinan, pihak Kemenag Jatim setiap waktu melakukan kunjungan ke pesantren untuk memastikan aspek administratif pondok pesantren yang ada khususnya di wilayah Jawa Timur terpenuhi.
"Selain itu memastikan prinsip-prinsip kemaslahatan ada di dalam pesantren. Seperti komitmen kebangsaan jadi bagian yang diperhatikan," beber As'adul Anam.
Menurutnya, di Jatim saat ini tercatat terdapat 7.009 pesantren yang tercatat di Rabithah Ma'ahid Islamiyah (RMI) atau sudah diurus izinnya.
"Jumlah santri ada 999.000 orang di Jatim, ini terbanyak nasional," ungkapnya.
Menurutnya, Workshop Santri Berseri tersebut digelar dengan kerja sama antara Kemenag Jatim, Spektra dan Unilever untuk pemberdayaan pesantren.
Direktur Spektra Roni Sya'roni mengungkapkan, pihaknya sebagai Lembaga Swadaya Pemerintah (LSM) menjadi mediator dan fasilitator antara perusahaan dan pesantren serta masyarakat dalam upaya untuk pengembangan pendidikan pesantren.
"Perusahaan punya program, pesantren punya program dan dipertemukan. Semua ini untuk pengembangan pendidikan pesantren," katanya.
Kemenag Jatim sebut pengelolaan pesantren perlu perubahan paradigma
Selasa, 13 Agustus 2024 14:40 WIB
Keberadaan pesantren sudah ada sebelum Belanda datang. Kita ingin memberikan pemahaman bahwa pesantren tidak bisa dibiarkan begitu saja menggunakan pola dulu