Jember, Jawa Timur (ANTARA) - Dengan cekatan beberapa siswa Sekolah Dasar Tiga Bahasa Rukun Harapan di Kabupaten Jember, Jawa Timur, tampak sibuk mengangkat ogoh-ogoh dengan menggunakan bambu yang disusun sedemikian rupa agar bisa diarak dengan aman selama melakukan pawai keliling kota.
Ada pemandangan yang tidak biasa di depan sekolah dasar tiga bahasa yang berada di Jalan Kartini Jember tersebut karena sebagian besar siswa menggunakan pakaian adat Bali dan layaknya Umat Hindu yang akan menggelar upacara menyambut Hari Raya Nyepi sambil membawa ogoh-ogoh untuk berkeliling Alun-alun Jember pada Senin (20/3).
Hanya sedikit siswa yang beragama Hindu di sekolah tersebut, namun solidaritas siswa dari agama lainnya tetap terlihat semangat saat membuat patung ogoh-ogoh secara bersama-sama hingga mengaraknya dengan rute dari sekolah menuju alun-alun, kemudian kembali ke sekolah berbalut busana bernuansa Bali dan adat Umat Hindu.
Kegiatan pawai ogoh-ogoh yang diikuti oleh ratusan siswa dan guru sekolah setempat digelar dalam rangka menjelang Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945 di Kabupaten Jember.
Ogoh-ogoh merupakan salah satu tradisi yang masuk ke dalam rangkaian Hari Raya Nyepi, yakni ritual Bhuta Yadnya, sehingga semua umat Hindu di berbagai daerah akan menggelar tradisi tersebut.
Bhuta Yadnya merupakan rangkaian upacara untuk menghalau kehadiran bhuta kala yang merupakan manifestasi unsur-unsur negatif dalam kehidupan manusia.
Ogoh-ogoh merupakan tradisi yang dilakukan oleh suatu masyarakat dengan suatu bentuk perwujudan roh jahat pada patung atau boneka besar dengan rupa menyeramkan, kemudian patung tersebut dibakar sebagai simbol agar bhuta kala tidak mengganggu kehidupan umat manusia.
Kepala Sekolah Dasara (SD) Tiga Bahasa Rukun Harapan Jember Sarinah mengatakan pawai ogoh-ogoh yang digelar ratusan siswa dan guru di sekolah setempat untuk mengenalkan kepada anak-anak bahwa ada tradisi umat Hindu yang biasa dilakukan menjelang Hari Raya Nyepi.
Siswa yang sekolah di SD tersebut tidak hanya berasal dari satu agama saja, namun terdiri dari beragam agama, seperti Kristen, Katolik, Islam, dan Budha, sehingga pihak sekolah merasa perlu mengenalkan budaya dan tradisi masing-masing agama kepada siswanya.
Biasanya siswa di sekolah tersebut diajak untuk berkegiatan menjelang Natal, buka puasa bersama saat Ramadhan, Imlek, dan kini digelar pawai ogoh-ogoh untuk menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945 yang merupakan tradisi budaya umat Hindu.
Kegiatan pawai tersebut untuk mengenalkan kepada anak-anak yang beragama lain dan mempertahankan tradisi budaya yang dilakukan umat Hindu menjelang Hari Raya Nyepi.
Meskipun siswa yang beragama Hindu minoritas di sekolah itu, anak-anak yang beragama lain perlu mengetahui tentang tradisi yang dilakukan tersebut untuk menumbuhkan semangat dan meningkatkan toleransi beragama.
Menanamkan sikap toleransi perlu diajarkan kepada anak-anak sejak dini karena kita hidup di Indonesia yang memiliki beragam suku, ras, dan agama, sehingga anak-anak diharapkan bisa beradaptasi dengan keanekaragaman dan saling menghargai perbedaan.
Tujuan pihak sekolah menggelar pawai ogoh-ogoh untuk mengenalkan tradisi agama Hindu yang kini masih terpelihara dengan baik dan anak-anak SD Rukun Harapan bisa belajar tentang toleransi antarumat beragama.
Siswa di sekolah setempat sebagian besar adalah etnis Tionghoa selalu mengajarkan untuk menjunjung tinggi toleransi umat beragama, sehingga menghargai perbedaan budaya dan agama masing-masing.
Untuk itu, perlu mengenalkan tradisi ogoh-ogoh untuk mempertahankan budaya dan mengenalkan anak-anak yang beragama lain agar mengetahui bahwa agama Hindu memiliki tradisi dalam menyambut Hari Raya Nyepi.
Edukasi dan budaya
Koordinator komunitas anak muda lintas agama Peace Leader Indonesia di Jember Redy Saputro mengatakan pentingnya edukasi kepada anak-anak sejak dini perlu ditanamkan terkait toleransi beragama, agar ke depan bisa menjadi remaja yang toleran.
Saat ini sikap toleransi kepada anak sering diabaikan oleh orang tua dengan dalih pekerjaan orang yang sangat padat, sehingga pendidikan toleransi diserahkan sepenuhnya kepada sekolah.
Redy yang juga mendampingi anak-anak SD Tiga Bahasa Rukun Harapan mengatakan pembuatan ogoh-ogoh dilakukan secara bersama-sama siswa dengan guru, meskipun hanya ada lima siswa yang beragama Hindu di sekolah tersebut.
Para siswa lintas agama itu dengan keahliannya masing-masing membuat patung ogoh-ogoh dengan semangat di sekolah, sehingga dalam waktu 10 hari bisa selesai dibuat.
Pihak sekolah juga sangat mendukung profil Pelajar Pancasila yang digelorakan oleh Kemendikbudristek dengan menggali lewat budaya melalui beragam kesenian yang ditampilkan sebelum pawai ogoh-ogoh dan merawat toleransi beragama dengan cara-cara yang persuasif.
Kegiatan pawai ogoh-ogoh menjadi sarana belajar bagi siswa untuk menghargai tradisi budaya dari agama lain, sehingga anak-anak bisa belajar untuk menjaga toleransi beragama agar hidup damai dan rukun.
Ogoh-ogoh yang sudah diarak keliling alun-alun Jember itu selanjutnya dibawa ke Pura Wringin Agung, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jember, yang juga menggelar pawai ogoh-ogoh pada Selasa (21/3) siang, kemudian semua ogoh-ogoh akan dibakar sebagai simbol mengusir roh jahat dan tanda dimusnahkan segala hal yang buruk.
Sikap toleransi juga penting diajarkan kepada anak-anak agar nantinya mereka tidak mudah terpengaruh dengan ajaran yang kurang tepat, sehingga dengan menanamkan sikap toleransi juga bisa menjadi salah satu penangkal untuk mencegah paham radikalisme.
Tumbuhkan toleransi beragama sejak dini dengan pawai ogoh-ogoh Jember
Selasa, 21 Maret 2023 12:01 WIB