Mojokerto (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Mojokerto bersama dengan United Nations Children's Fund (UNICEF) atau Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa bekerja sama menangani anak tidak sekolah dan peningkatan kapasitas remaja melalui kegiatan lingkar remaja di kabupaten setempat.
Perwakilan UNICEF Program Pendidikan Jatim dan Jateng Yuanita Nagel dalam keterangan tertulis, Kamis, mengatakan pada tahun 2020 proporsi anak tidak sekolah di Indonesia sedikitnya 7,4 persen atau lebih dari 4.1 juta anak.
"Dengan estimasi 179 ribu anak pada rentang umur 7-12 tahun, 987 ribu anak dengan rentang umur 13-15 tahun dan 2,9 juta anak dengan rentang umur 16-18 tahun. Sedangkan berdasarkan data Susenas tahun 2020, diperkirakan sekitar 10.119 anak tidak sekolah di Kabupaten Mojokerto," ujarnya.
Ia mengatakan terdapat strategi yang dapat dilakukan agar anak tidak sekolah dapat kembali belajar dan mendapatkan pendidikan abad 21 di jalur non formal maupun Informal, yakni dengan melakukan pendataan anak tidak sekolah melalui metode Sistem Informasi Pembangunan Berbasis Masyarakat (SIPBM).
Kedua, kata dia, memperkuat sistem penanganan anak tidak sekolah melalui penguatan kapasitas perangkat daerah terkait isu anak tidak sekolah dan rencana kerja penanganan anak tidak sekolah.
"Selain itu juga memperkuat pendidikan abad 21 bagi anak tidak sekolah dan anak sekolah melalui karang taruna, PKBM, forum anak, dan forum remaja lainnya," katanya.
Bupati Mojokerto Jawa Timur Ikfina Fahmawati mengatakan sosialisasi tersebut sangat erat kaitannya dengan pengentasan masalah kemiskinan dan juga ada hubungannya dengan masalah stunting.
Dia menilai terdapat salah satu indikator dari empat Indikator dari keluarga berisiko stunting yaitu pendidikan ibu tidak lulus SMP.
"Di sisi yang lain untuk indikator keluarga prasejahtera itu, salah satu indikatornya adalah anak usia di bawah 15 tahun yang putus sekolah. Nah, ini berhubungan dengan kegiatan hari ini, bahwa kami dikejar-kejar target terkait dengan penurunan stunting karena ini adalah masalah yang sangat luar biasa," ujarnya.
Ia mengatakan, dalam melaksanakan program penanganan anak tidak sekolah sangat perlu serius agar dapat terwujudnya sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan.
Selain itu, kata dia, kinerja pemerintah daerah juga diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang meliputi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
"Tentu kami berupaya tidak hanya sekadar angka-angka, tetapi kami ingin masyarakat semua berproses untuk bisa meningkatkan kesejahteraannya," ujarnya.
Ia berharap, program penanganan anak tidak sekolah di kabupaten setempat bisa diteruskan dan tidak hanya di delapan desa saja, karena Pemkab Mojokerto juga membutuhkan data yang riil, akurat, dan terkini (up-to-date) agar bisa melakukan berbagai program kegiatan yang tepat sasaran.
"Saya minta tolong, ini melibatkan berbagai pihak, semuanya harus berperan serta tidak ada satupun yang tidak dapat bagian peran serta. Ini adalah masalah kita bersama harus kita hadapi bersama dan kita selesaikan bersama," katanya.