Surabaya (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Jawa Timur mengupayakan pengawasan agar garam impor jika telah tiba di Tanah Air tidak dijual untuk konsumsi dan aneka pangan, setelah Pemerintah Pusat menetapkan importasi untuk tahun ini sebanyak 3,07 juta ton.
Kepala Dinas (Kadis) Kelautan dan Perikanan Pemerintah Provinsi Jawa Timur Gunawan Saleh menegaskan kebijakan importasi garam yang ditetapkan Pemerinrah Pusat hanya untuk memenuhi kebutuhan industri.
"Untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga dan aneka pangan menggunakan garam rakyat dari petani lokal," katanya saat dikonfirmasi di Surabaya, Senin.
Tercatat sepanjang tahun lalu hasil panen petani garam se- Jawa Timur sekitar 300 ribu ton, menurun drastis dibanding hasil panen tahun 2019 yang mencapai 900 ribu ton.
Gunawan mengungkapkan, penurunan hasil panen tersebut disebabkan banyak petani di wilayah Jawa Timur telah mengalihfungsikan lahan tambaknya untuk komoditas lain.
"Gara-gara produk garam yang dipanen kebanyakan tidak terserap pasar," ujarnya.
Padahal, Gunawan menandaskan, meski dikerjakan secara konvensional, 65 persen dari keseluruhan hasil panen tersebut kualitasnya tidak kalah dengan garam impor.
"Sebab kami sudah gencar melakukan penyuluhan dan membagikan alat untuk peningkatan kualitas garam terhadap para petani," katanya.
Sementara terdata sampai hari ini, Jawa Timur masih memiliki stok garam sebanyak 469 ribu ton.
Kadis gunawan memastikan tidak ada alokasi khusus garam impor untuk wilayah Jawa Timur karena akan didistribusikan untuk memenuhi kebutuhan industri nasional.
"Sebenarnya impor garam itu untuk industri. Bukan untuk konsumsi. Tapi rembesannya, memang kita pernah menemukan di pasaran produksi garam dari impor dijual untuk konsumsi. Itu tidak boleh," tuturnya.
Untuk itu, lanjut Gunawan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur akan melakukan pengawasan agar garam impor jika telah tiba di tanah air tidak dijual untuk konsumsi rumah tangga dan aneka pangan. Dengan begitu hasil panen garam rakyat memiliki peluang terserap pasar. (*)