Surabaya (ANTARA) - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus berupaya menggairahkan industri asuransi jiwa di tahun 2021 melalui berbagai kebijakan relaksasi yang diterbitkan demi mendorong pertumbuhan bisnis asuransi.
Salah satu kebijakan itu adalah memperpanjang relaksasi pemasaran Produk Asuransi yang Diasuransikan (PAYDI) atau lazim disebut unitlink secara dalam jaringan (online) untuk mendukung pertumbuhan bisnis asuransi jiwa di tengah pandemi COVID-19.
Sebelumnya, pada Mei 2020, OJK telah menerbitkan aturan penyesuaian teknis pelaksanaan pemasaran produk PAYDI. Dengan aturan tersebut, perusahaan asuransi konvensional maupun syariah bisa menggunakan sarana digital atau media elektronik untuk memasarkan produk unitlink.
Kebijakan OJK memperpanjang relaksasi pemasaran unitlink secara digital dinilai positif oleh sejumlah kalangan. Pengamat Asuransi dari Sekolah Tinggi Asuransi Trisakti Jakarta Azuarini Diah mengatakan bahwa kebijakan OJK tersebut mampu menekan dampak negatif pandemi COVID-19 terhadap asuransi jiwa.
Hanya saja, dia mengingatkan pelonggaran pemasaran unitlink secara digital itu tetap harus dilandasi dengan prinsip kehati-hatian. Hal ini terutama dalam memberikan layanan kepada para calon pemegang polis yang belum memahami secara baik produk unitlink, apalagi di tengah ketidakpastian ekonomi selama masa pandemi.
"Hal itu, terutama edukasi tentang dana investasi nasabah yang ditempatkan di instrumen pasar modal yang berisiko tinggi. Karena itu, penting sekali bagi perusahaan asuransi memberikan edukasi kepada calon nasabah terkait produk PAYDI yang dijualnya," kata Azuarini dalam keterangan tertulis yang diterima di Surabaya, Senin.
Menurut Azuarini, selain kondisi pandemi yang belum menentu kapan berakhir, maraknya berbagai kasus yang menimpa sejumlah perusahaan asuransi turut berdampak terhadap turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap produk asuransi. "Untuk itu, sangat penting perusahaan asuransi memberikan edukasi produk PAYDI," ujarnya.
Azuarini menambahkan, salah satu bentuk edukasi yang harus dilakukan perusahaan asuransi agar masyarakat lebih memahami produk PAYDI adalah rutin menggelar sosialisasi literasi unitlink lewat kanal digital.
Semisal, dalam bentuk seminar atau webinar soal PAYDI. Di sisi lain, masyarakat juga diimbau agar membaca polis secara seksama. Jika ada yang tidak dipahami, atau tidak sesuai dengan kebutuhan, maka nasabah dapat membatalkan polisnya sesuai ketentuan yang berlaku di polis.
Intinya, saran Azuarini, perusahaan asuransi harus memberikan akses informasi yang lebih interaktif dan dapat menjangkau lebih banyak masyarakat kapan dan di manapun. "Dengan adanya edukasi, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan kesadaran masyarakat terkait pentingnya proteksi diri melalui produk asuransi kesehatan dan kebutuhan investasi untuk jangka panjang," tandas Azuarini.
Pada masa pandemi COVID-19 yang terjadi hampir setahun terakhir, sebenarnya sejumlah perusahaan asuransi tetap gencar melakukan edukasi produk PAYDI secara online. Salah satuya pernah dilakukan PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri). Anak usaha Bank Mandiri ini telah menerapkan metode no pass no sell, yaitu tenaga pemasar wajib mengikuti pelatihan dan lulus tes.
Direktur Kepatuhan AXA Mandiri Rudy Kamdani mengatakan para tenaga pemasaran AXA Mandiri dibekali pengetahuan yang menyeluruh dari sisi produk dan serangkaian proses agar mereka dapat membantu nasabah untuk merencanakan proteksi jangka panjang.
"Metode no pass no sell kami terapkan untuk memastikan tenaga pemasar memberikan layanan terbaik kepada nasabah," kata Rudy.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu menambahkan produk PAYDI seperti unitlink menjadi salah satu alternatif produk asuransi yang menarik bagi masyarakat. Selain memberikan perlindungan terhadap risiko jiwa, produk PAYDI juga memiliki tambahan manfaat investasi.
Namun, menurut Togar, para calon nasabah juga harus memahami bahwa investasi yang menawarkan imbal hasil, juga memiliki risiko yang disebabkan oleh likuiditas portofolio investasi.
"Ini terutama yang terkait dengan ekonomi makro, termasuk kondisi pasar modal," pungkas Togar.