Jember (ANTARA) - Puluhan petani yang tergabung dalam Serikat Petani Independen (Sekti) menolak mediasi yang dilakukan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) soal kasus sengketa tanah Curahnongko, dengan melakukan demonstrasi di halaman Kantor Pemerintah Kabupaten Jember, Jawa Timur, Rabu.
"Sebenarnya Komnas HAM sudah memberikan rekomendasi final untuk beberapa kasus tanah seperti Curahnongko, Mangaran, dan Nogosari, tetapi belum ada tindak lanjut dan kenapa sekarang dimediasi lagi kembali ke awal," kata Ketua Sekti Jember Muhammad Juma'in usai berunjuk rasa di Kantor Pemkab Jember.
Menurutnya, kedatangan Komnas HAM ke Jember untuk melakukan mediasi kasus hak atas tanah warga Desa Curahnongko dan PTPN XII merupakan sebuah bentuk kemunduran langkah dan carut marut-nya administrasi juga komunikasi dalam tubuh Komnas HAM sendiri.
"Sudah ada rekomendasi final terhadap tanah di Desa Curahnongko oleh Komnas HAM tertanggal 10 Juli 2015 yang menyebutkan bahwa tanah tersebut harus diserahkan kepada warga, namun hingga kini tidak ada progres apa-apa dan kenapa harus dimulai dari awal lagi," ujarnya.
Selain kasus tanah Curahnongko, lanjut dia, Komnas HAM juga sudah memberikan rekomendasi final atas kasus tanah Nogosari pada tahun 2012 dan Mangaran 2013.
"Seharusnya Komnas HAM mendorong Kementerian ATR BPN untuk segera melakukan eksekusi agar tanah bisa dimiliki oleh rakyat dan bukan mengulangi lagi prosesnya dari awal," ucap dia.
Berdasarkan data Sekti Jember, ada beberapa kasus sengketa tanah yang belum terselesaikan di antaranya kasus tanah Curahnongko, Mangaran, Nogosari, Mulyorejo, Pace, Puger, Sidomulyo, Mumbulsari, dan Karangkedwaung yang luasnya mencapai ribuan hektare.
"Untuk itu, kami menolak kehadiran dan mediasi yang dilakukan Komnas HAM di Jember, serta mendesak tim pelaksana harian Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) segera melaksanakan tugasnya dalam menjalankan reforma agraria di Jember," ujarnya.
Sementara anggota Komnas HAM Hariansyah mengatakan kedatangannya ke Jember untuk menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang masuk ke Komnas Ham terkait kasus sengketa tanah Curahnongko dengan mengundang sejumlah pihak-pihak untuk melakukan mediasi.
"Kami menyayangkan petani melakukan demonstrasi karena sebenarnya mereka diberi ruang untuk bicara dalam proses mediasi karena persoalan itu sepenuhnya tergantung dari kedua belah pihak, bukan Komnas HAM," katanya.
Menurutnya, rekomendasi Komnas HAM terkait kasus sengketa tanah Curahnongko sudah ada pada tahun 2015, namun belum ditindaklanjuti oleh Kementerian ATR/BPN, sehingga pihaknya mempertemukan pihak-pihak untuk menyelesaikan persoalan itu.
"Kalau warga menginginkan tetap rekomendasi Komnas HAM pada tahun 2015 ya tidak masalah, seharusnya mereka menuangkan hal itu dalam pernyataan dan kami akan tetap mengawalnya karena Komnas HAM hanya membantu saja," ujarnya.