Jember (ANTARA) - Ketua Lembaga Ta'lif wan Nasyir Nahdlatul Ulama (LTN NU) Jember Muhammad Fauzinuudin Faiz mengatakan negara harus hadir untuk membantu pesantren menghadapi era normal baru pada masa pandemi COVID-19.
Menurut ia, normal baru sebuah keharusan, tidak hanya soal rutininas ekonomi yang harus terus berjalan, namun juga rutinas menuntut ilmu dan dalam dunia pendidikan Islam.
"Hanya saja, sampai saat ini baru beberapa pesantren yang memulai menentukan para santri kembali masuk pondok," katanya dalam keterangan tertulis diterima ANTARA di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Senin.
Menurut dia, sebagian pesantren sudah dapat mandiri menghadirkan alat protokol kesehatan, namun tidak sedikit dari kalangan pesantren yang belum bisa menyediakan itu.
"Kebijakan terkait pesantren saat ini menjadi ranah lintas sektoral, mulai dari pemkab, pemprov hingga pemerintah pusat melalui Kementerian Agama, sehingga diharapkan bisa sinergi dalam membantu pesantren menyiapkan era normal baru," ucap staf pengajar di Pondok Pesantren Yasppibis Wuluhan di Jember itu.
Ia mengatakan tidak hanya ekonomi yang perlu diperhatikan pemerintah untuk menopang hidup, namun merawat akal dengan menuntut ilmu juga sebuah keniscayaan karena keduaya sama-sama terakomodir dalam Maqasid Syariah (lima prinsip tujuan beragama).
Tantangan baru
Sementara salah satu penasehat LTN NU Jember Dr Akhmad Taufiq mengatakan pesantren selama bertahun-tahun telah melewati berbagai jenis ujian dan saat ini pesantren menghadapi sebuah tantangan baru yang benar-benar tidak mudah, yakni pandemi COVID-19.
"Tantangan tersebut antara lain terkait pengaturan jarak atau physical distancing. Kondisi itu tak pelak membuat pengasuh pesantren harus menyediakan ruang yang lebih luas, mulai dari bilik pesantren hingga tempat belajar," katanya.
Saat ini, lanjut dia, kebanyakan pondok pesantren sudah meliburkan dan memulangkan para santrinya sejak dua hingga tiga bulan yang lalu seiring untuk mematuhi imbauan pemerintah terkait pencegahan virus Corona.
"Dengan adanya kebijakan new normal, maka kalangan pondok pesantren harus bersiap untuk memulai kembali aktivitas belajar termasuk mengaji (madrasah diniyah) dengan pengaturan jarak," ucap Wakil Ketua PC NU Jember itu.
Ia berharap LTN NU bisa ikut berperan dalam menyuarakan aspirasi pesantren, termasuk kepada pengambil kebijakan karena hal itu menjadi persoalan yang serius bagi masyarakat.
"Sejak dua bulan lalu, santri 'dimobilisasi' untuk keluar, lalu sekarang akan 'dimobilisasi' untuk kembali. Di sanalah LTN NU bisa berperan strategis untuk mencatat semua kegelisahan itu," katanya.
Taufiq mengapresiasi setinggi-tingginya kepada para kiai dan pengasuh pesantren yang sudah mengambil keputusan yang tepat bagi kondisi dan konteks pesantrennya masing-masing atas kebijakan pada masa pandemi COVID-19, termasuk pada saat era normal baru.
Sementara anggota bidang Riset dan Pengembangan LTN NU yang juga pengajar hukum tata negara di Fakultas Hukum Unej mengatakan secara konstitusional, negara punya kewajiban atas pemenuhan hak-hak terhadap warga negaranya, salah satunya di bidang pendidikan yang dihubungkan dengan kesiapan pesantren dalam menghadapi era normal baru.
Untuk di Jawa Timur, lanjut dia, ada empat opsi yang ditawarkan Kemenag terhadap pesantren yakni pertama, santri tetap kembali ke pesantren secara bertahap.
Kedua, santri kembali ke pesantren secara bertahap. Ketiga, santri kembali ke pesantren setelah pesantren disterilkan dan yang keempat adalah santri baru kembali ke pesantren setelah pandemi benar-benar selesai.
"Apapun opsi yang dipilih pesantren, negara tetap harus hadir dan tidak bisa lepas dari tanggung jawabnya untuk memberikan pemenuhan hak atas kesehatan terhadap warganya, termasuk santri di pesantren," ujarnya.