Sidoarjo (ANTARA) - Bulan Mei, sesuai dengan penanggalan seharusnya memang sudah masuk dalam musim kemarau. Tapi, entah kenapa masih ada saja hujan. Di Jawa Timur misalnya, hujan dengan intensitas ringan sampai deras masih terjadi di beberapa kabupaten/kota.
Orang dulu, melihat fenomena ini ada yang menyebutnya "salah mongso" atau salah musim, dimana seharusnya kemarau, ternyata masih ada hujan.
Kondisi seperti ini yang sempat menjadikan masyarakat resah. Buka karena apa, efek turunan akibat hujan deras itulah yang selalu dikhawatirkan. Dampaknya, tentu musibah bencana alam akibat tingginya curah hujan itu. Banjir.
Tidak ada yang perlu disalahkan atas musibah banjir yang terjadi akhir-akhir ini. Apalagi harus menyalahkan alam. Tentu, sebagai insan yang berinstropeksi diri.
Di Jawa Timur, beberapa wilayah kabupaten kota, menjadi "langganan" banjir. Seperti di Pasuruan, Surabaya, Mojokerto, dan juga Gresik.
Hal ini tentunya tidak bisa dipandang sebelah mata, mengingat hampir setiap tahun selalu dilanda banjir. Masyarakat sudah menganggap bencana itu sebagai hal "biasa", yang diterima dengan lapang dada, atau malah mengelus dada.
Seperti yang ada di wilayah Kraton Pasuruan, Jawa Timur. Luapan Sungai Welang yang membelah wilayah itu menjadi salah satu penyebab utama terjadi banjir.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Pasuruan menyatakan jika banjir yang terjadi di Kraton acapkali membuat jalur pantura penghubung Sidoarjo menuju Probolinggo via Pasuruan terputus.
Tidak tanggung-tanggung, banjir yang menggenang cukup tinggi, antara 100 centimeter sampai dengan 130 centimeter.
Cukup tinggi untuk menghambat kendaraan yang akan melaju melintasi wilayah itu. Kraton dalam catatan BPBD setempat menyebutkan kalau hampir setiap kali hujan selalu banjir. Bahkan, tidak jarang kalau dalam sekali musim berlangsung bisa beberapa kali tertutup banjir.
Kepala BPBD Pasuruan Bakti Jati Permana mengatakan kalau pihaknya terpaksa harus menutup Jalan Raya Kraton supaya kendaraan tidak terjebak banjir.
"Untuk sementara kami tutup dan dialihkan ke jalan lain, supaya tidak terjebak banjir," ujarnya beberapa waktu lalu.
Lain Kraton, sebagian wilayah di Sidoarjo juga memiliki nasib yang sama, yakni di Jalan Raya Porong. Inipun lagi-lagi penyebabnya akibat daya tampung sungai Ketapang yang melebihi kapasitas. Kembali lagi hujan yang dianggap sebagai biang banjir di lokasi itu.
Banjir di Jalan Raya Porong ini juga cukup tinggi yaitu antara 80 centimeter sampai dengan 100 centimeter. Kendaraan yang nekad, otomatis siap-siap berendam di tengah kubangan banjir.
Jalan tol-tanggul lumpur
Beruntung pada banjir tahunan yang terjadi tahun ini masih bisa tertolong keberadaan jalan tol. Ini bisa memangkas antrean panjang yang biasa terjadi saat jalan Pantura di Kraton, Pasuruan, tertutup banjir.
Jalan tol yang menghubungkan Gempol menuju ke arah Pasuruan Kota sudah bisa digunakan. Kendaraan kecil atau besar yang ingin menghindari Jalan Kraton bisa menggunakan jalur alternatif ini, terutama saat banjir melanda.
Namun, beberapa waktu yang lalu banyak kendaraan roda dua yang memaksa masuk ke Jalan tol, karena jalan utama pantura Kraton terendam banjir.
Akan tetapi, oleh petugas kepolisian setempat hal itu dilarang karena memang peruntukan jalan tol bukan untuk kendaraan roda dua.
Mistaji salah seorang pengendara sepeda motor waktu itu menceritakan dirinya nekad mencoba masuk ke dalam jalan tol.
"Saya ikut mencoba sepeda motor lainnya yang masuk jalan tol supaya lebih cepat, tapi ternyata okeh petugas dilarang," ujarnya.
Ia menjelaskan, dirinya memilih jalan tol dengan harapan bisa lebih cepat untuk sampai ke kantor, tetapi tidak diperbolehkan.
"Karena kalau saya memutar, maka jaraknya harus memutar lebih jauh lagi," katanya.
Hal serupa juga dilakukan oleh pengendara yang ada di Jalan Raya Porong yang enggan memutar lebih jauh lagi untuk menghindari banjir. Para pengendara enggan untuk memutar ke Jalan Arteri Porong yang jaraknya sekitar 5 kilometer ke arah barat.
Para pengendara motor lebih senang menggunakan tanggul penahan lumpur sebagai jalur alternatif mereka, ketimbang harus keliling menggunakan jalan arteri.
"Kalau dihitung waktu, memang jauh lebih cepat. Kalau menggunakan jalan arteri bisa membutuhkan waktu sampai dengan 15 menit. Tetapi kalau menggunakan tanggul tidak sampai 5 menit," ujarnya.
Masih hujan
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Juanda, di Sidoarjo Jawa Timur memperingatkan akan terjadinya potensi peningkatan curah hujan di Jatim menyusul adanya aktivitas gelombang atmosfer "Madden Julian Ocillation" fase basah.
Kasi Data dan Informasi BMKG Juanda Teguh Tri Susanto di Sidoarjo di Sidoarjo, mengatakan, MJO itu merupakan gelombang atmosfer di wilayah tropis yang tumbuh dan berkembang di Samudera Hindia.
"Kondisi ini akibat dari interkasi atmosfer dan lautan secara global dengan periode 30 hingga 90 hari dan bergerak merambat ke arah Timur," katanya.
Menurut BMKG, saat ini fenomena tersebut berperan dalam peningkatan massa udara basah, di sebagian wilayah Indonesia, khususnya Jawa Timur. Selain itu, terdapat pusaran angin yang berada di Utara Jawa.
Fenomena-fenomena tersebut semakin memperkuat potensi terbentuknya awal Cumulonimbus yang menyebabkan terjadinya hujan-hujan dengan intensitas deras dan juga angin kencang sesaat, serta terjadinya peningkatan intensitas semburan petir di Wilayah Jawa Timur.
BMKG mengatakan, kondisi peningkatan hujan yang terjadi di sejumlah wilayah Jatim ini diperkirakan akan terjadi hingga Mei.
BMKG juga mengimbau kepada masyarakat Jatim supaya selalu waspada dan berhati-hati terhadap dampak lanjutan seperti banjir, tanah longsor, pohon tumbang, angin kencang.
Bayang-bayang bencana banjir masih menghantui
Sabtu, 4 Mei 2019 22:46 WIB