Kediri (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Kediri, Jawa Timur, memburu sindikat peredaran narkotik dan obat-obatan terlarang yang semakin meresahkan dan melibatkan jaringan antarkota.
Kepala BNN Kabupaten Kediri AKBP Dewi Indarwati, Selasa mengemukakan, pihaknya terus melakukan penyelidikan dari kasus yang berhasil dibongkar oleh BNN. Pihaknya meyakini masih ada pelaku lain yang terlibat dalam sindikat.
BNN Kabupaten Kediri menangkap pelaku peredaran narkotik dan obat terlarang di Jalan Raya Papar, Kabupaten Kediri.
"Kami akan kembangkan ini, agar kami bisa dapatkan jaringan di atasnya. Ini yang akan kami kejar, bisa ungkapnya," katanya di Kediri.
Ia mengungkapkan BNN Kabupaten Kediri telah berhasil menangkap dua orang pengedar, yakni AD (18), warga Mojokerto. Ia bekerja sebagai operator 'backhoe'. Dari hasil penggeledahan AD, BNN berhasil menemukan sejumlah barang bukti berupa satu plastik kecil dalam kotak yang ternyata berisi narkotika jenis sabu-sabu dengan berat kurang lebih 1,26 gram.
Selain itu, juga terdapat satu pipet kaca dan satu unit telepon seluler. Barang-barang yang disita dari AD itu saat ini masih di kantor BNN Kabupaten Kediri untuk keperluan pengembangan kasus.
Dari hasil pemeriksaan, ternyata AD mendapatkan barang terlarang itu dari SG (24), seorang sopir, warga Mojokerto. Ia ditangkap di tepi sawah Desa Jatidukuh, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto.
Dari tangan SG, BNN menyita satu plastik sabu-sabu dengan berat kurang lebih 0,5 gram. Selain itu, juga mengamankan KTP, satu dompet berwarna hitam, dan satu sepeda motor.
Pihaknya menambahkan, dalam melakukan aksinya pelaku menggunakan modus yang lama, yakni menyimpan barang bukti sabu dalam bungkus rokok. Modus itu cukup lama dijadikan para pelaku untuk menyimpan barang bukti.
Para pelaku hingga kini masih di BNN Kabupaten Kediri untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena melanggar UU Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 114 ayat 1 sub Pasal 112 ayat 1 dengan ancaman hukuman penjara minimal lima tahun dan maksimal 20 tahun serta denda minimal Rp1 miliar maksimal Rp10 miliar. (*)