Bojonegoro (Antaranews Jatim) - Manajemen Koperasi Karyawan Redrying (Kareb) Bojonegoro, Jawa Timur, bukan memberhentikan atau pemutusan hubungan kerja (PKH) massal buruhnya, namun mengubah sistem kerja dari harian menjadi sistem borongan agar tidak merugi.
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Penempatan Ketenagakerjaan Disperinaker Bojonegoro Imam WS, di Bojonegoro, Senin, menjelaskan perubahan sistem kerja dari harian menjadi borongan itu juga ditawarkan kepada sekitar 400 buruh di kareb.
"Dari sekitar 400 buruh, yang sudah sepakat untuk berhenti bekerja dengan memperoleh tali asih sebanyak 70 buruh, sedangkan 40 buruh tetap akan melanjutkan bekerja dengan sistem borongan. Buruh lainnya masih belum mengambil keputusan," kata dia, menjelaskan.
Menurut dia, bagi buruh yang sepakat mengundurkan diri maka untuk pembagian uang tali asih yang besarnya disepakati mengacu masa kerja akan diberikan pekan ini.
"Buruh yang berhenti bekerja memperoleh tali asih yang besarnya sudah disepakati, juga uang Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS," ucapnya, menambahkan.
Ia menyebutkan buruh di Koperasi Kareb yang merupakan buruh musiman rata-rata sudah bekerja sekitar 20 tahun akan menerima uang tali asih yang besarnya berkisar Rp8 juta-Rp10 juta/buruh.
"Kami belum memperoleh laporan secara rinci jumlah buruh yang mengundurkan diri," ujarnya.
Namun, kata dia, disperinaker akan melakukan pengawasan pemberian tali asih agar sesuai dengan kesepakatan yang pernah dilakukan. Besarnya uang tali asih disepakati bersama Manajemen Koperasi Kareb, Komisi A DPRD, perwakilan buruh dan disperinaker.
Koperasi Kareb, lanjutnya, mengubah sistem kerja dari harian menjadi borongan dengan pertimbangan order koperasi kareb di bidang unit usaha pengeringan tembakau mulai menurun sejak 2005.
"Koperasi Kareb memiliki lima unit usaha, salah satunya unit pengeringan tembakau. Karena order pengeringan tembakau menurun maka perhitungannya merugi kalau harus membayar buruh dengan sistem harian," tuturnya.
Direktur Koperasi Kareb Bojonegoro Sriyadi, sebelumnya, menjelaskan manajemen terpaksa mengambil langkah mengubah sistem kerja karena unit kerja pengeringan tembakau selalu merugi.
"Tapi kami tidak melakukan PHK buruh," ucapnya.
Dari keterangan yang diperoleh Koperasi Kareb di Desa Sukorejo, Kecamatan Kota, selama ini memperoleh order mengeringan tembakau dari sejumlah perusahaan rokok besar.(*)