Beberapa waktu lalu publik dikejutkan oleh pernyataan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan terkait adanya lima fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat yang menyetujui perilaku lebian, gay, biseksual dan transgender (LGBT).
Pernyataan itu sontak menuai pro dan kontra yang sangat keras. Di kalangan DPR, banyak fraksi yang mempertanyakan pernyataan dari itu tidak berdasar, hoaks dan juga sembrono.
Namun, banyak juga yang mendukung pernyataan Ketua Umum Partai Amanat Nasional tersebut, seraya menyebut ucapan itu sebagai peringatan serius bahwa gerakan LGBT sudah mulai memasuki fase akhir perjuangan panjang menuju legalisasi, yakni melalui proses legislasi di DPR.
Ketakutan akan dilegalkannya perilaku LGBT, agak mereda setelah fraksi-fraksi di DPR dengan tegas menolak wacana tersebut. Bahkan Ketua DPR yang baru, Bambang Soesatyo menyatakan bakal meletakkan jabatannya jika DPR akhirnya melegalkan LGBT.
Lepas dari itu, bisa dikatakan LGBT mulai menampakkan dirinya dengan tak lagi malu mengumbar perilaku mereka di depan umum, di tempat ramai seperti mal dan lain-lain. Seperti banyak digerebeknya pesta gay oleh polisi baik di Surabaya, Jakarta maupun daerah lainnya.
Di televisi pun seperti sudah lumrah dipertontonkan laki-laki berperilaku layaknya perempuan atau pria tak lagi canggung merayu pria lain yang membuat kita mengelus dada. Hal ini tentu mengagetkan jika melihat Indonesia selama ini dinilai sebagai negara yang religius.
Jika ditarik ke belakang fenomena LGBT sudah berlangsung lama, namun menjadi ramai setelah banyak negara terutama negara barat yang mulai melegalkan perkawinan sesama jenis. Dari situ muncul upaya melakukan hal serupa di negara-negara lain.
Para pelaku LGBT umumnya menyatakan mereka berperilaku tersebut karena kelainan, atau bawaan dari kecil. Selain itu, mereka menyatakan LGBT bukanlah penyakit, tapi lebih kepada kelainan gen. Karena itu kelainan gen, maka hendaknya kita bisa toleransi.
Agaknya itu benar, namun perilaku LGBT bisa muncul akibat dari pergaulan sosial. Yang awalnya hanya bergaul, lalu mencoba dan akhirnya menjadi pelaku.
Tentunya hal ini akan semakin meresahkan. Maka perlu peran serta tak hanya dari pemerintah tapi juga masyarakat dan utamanya peran keluarga. Peran keluarga dimulai dari memberi pemahaman yang baik kepada anak, mengedukasi seks secara dini kepada anak dengan menjelaskan mana yang baik mana yang tidak.
Peran pengawasan tontonan anak baik di televisi maupun media sosial juga sangat penting. Orang tua, hendaknya menjadi filter tontonan anak yang semakin tak terkontrol. Pemerintah juga harus mengingatkan atau bahkan menindak keras televisi yang menayangkan hiburan dengan latar belakang menyimpang.
Pada dasarnya, Indonesia sebagai negara yang terkenal religius dan adat ketimurannya, harus membentengi diri dan memfilter hal-hal yang bisa merusak moral bangsa yang datangnya dari luar.
Namun tetap harus diingat, para pelaku LGBT pun perlu dirangkul tanpa harus membenarkan apa yang mereka perbuat.(*)
LGBT yang Mulai Menampakkan Diri
Senin, 29 Januari 2018 11:14 WIB
Tentunya hal ini akan semakin meresahkan. Maka perlu peran serta tak hanya dari pemerintah tapi juga masyarakat dan utamanya peran keluarga. Peran keluarga dimulai dari memberi pemahaman yang baik kepada anak, mengedukasi seks secara dini kepada anak dengan menjelaskan mana yang baik mana yang tidak.