Surabaya (Antara Jatim) - Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemkot Surabaya akan melakukan beberapa antispasi terkait kelangkaan garam yang akhir-akhir ini terjadi di sejumlah daerah termasuk di Kota Pahlawan.
"Kami mengajak koperasi di daerah Surabaya untuk menjadikan gudang yang ada di daerah Pakal sebagai tempat penghasil garam yang dapat langsung dikemas oleh pelaku koperasi," kata Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Pemkot Surabaya Joestamadji di Surabaya, Kamis.
Menurut dia, melalui hasil 70 ribu ton garam yang ada di Surabaya, pihaknya ingin adanya peningkatan untuk tidak lagi memproduksi garam krosok melainkan menghasilkan garam konsumsi yang langsung dikemas oleh pelaku koperasi.
Selain itu, lanjut dia, pihaknya akan terus meningkatkan produksi dan mempercepat proses pembuatan garam dengan menggandeng kelompok Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR) Kota Surabaya.
"Sebenarnya, bulan Juli kami sudah melakukan start ditambah pantauan BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika) yang mengatakan kondisi cuaca memasuki bulan kemarau, namun ternyata diluar dugaan, Surabaya diguyur hujan selama dua hari, akibatnya petani garam gagal panen," ujarnya.
Joestamadji mengatakan langkanya produksi garam di Surabaya dipengaruhi beberapa faktor seperti kualitas air laut, intensitas matahari dan musim hujan yang panjang. Akibatnya, harga garam di pasar ikut melambung tinggi.
"Harga garam yang biasanya Rp300 per kilogram kini menjadi Rp3.500 per kilogram, lalu harga garam per sak yang dulunya Rp50 ribu kini menjadi Rp180 ribu," kata Joestamadji.
Adapun jumlah petani dan luas lahan petani di Surabaya selama 2016 terbagi atas tiga kecamatan masing-masing di Kecamatan Benowo dengan jumlah petani sebanyak 79 orang dan luas lahan 330.87 hektare, lalu Kecamatan Pakal dengan 41 petani dan luas lahan 267.28 hektare serta Kecamatan Asemrowo dengan jumlah 4 petani dan luas lahan 25,5 hektare.
"Semua menggunakan teknologi geoiskolator," kata Joestamadji.
Di sisi lain, Joestamadji juga menegaskan isu garam yang dicampur tawas di beberapa daerah tidak benar. "Hasil tes dan uji laboratorium yang dilakukan BPPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan Dinas Kesehatan menyatakan bahwa hasilnya negatif," katanya. (*)
Video oleh: Abdul Hakim