Kediri (Antara Jatim) - Wali Kota Kediri Abdullah Abu Bakar mengkhawatirkan dampak ekonomi yang terjadi jika wacana kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus benar-benar terealisasi.
"Jadi, sedikit khawatir iya, tapi mudah-mudahan tidak ada kendala (kenaikan harga rokok)," katanya di Kediri, Jawa Timur, Minggu.
Wali Kota pun belum yakin jika wacana itu akan direalisasikan, namun semuanya diserahkan ke pusat dan daerah tinggal melakukan kebijakan dari pusat. Untuk saat ini, pemerintah kota juga berupaya untuk mendorong masyarakat agar lebih mandiri, dengan menjadi wirausaha.
"Industri rokok ini menyumbang pendapatan untuk negara besar, dan kami sedikit menggeser masyarakat yang menggantungkan diri ke industri rokok dengan UMKM, dan sudah mulai muncul UMKM baru, jadi ekspektasi atau keinginan masyarakat bekerja di pabrik rokok sudah semakin kecil," jelasnya.
Di Kediri terdapat salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia, yaitu PT Gudang Garam. Di pabrik itu, ada sekitar 37 ribu karyawan yang bekerja dan ribuan warga Kediri pun juga menggantungkan hidupnya dengan bekerja di pabrik rokok tersebut. Jika usulan kenaikan harga rokok itu direalisasikan, dikhawatirkan akan terjadi pemutusan hubungan kerja.
Pada 2014, lebih dari 4.000 karyawan pabrik rokok PT Gudang Garam, Tbk, ikut program pensiun dini. Bagi mereka yang mengajukan pensiun dini, selain mendapatkan pensiun juga ada tambahan uang pensiun yang nilainya 10 kali gaji. Karyawan dan keluarganya juga diberikan pelayanan kesehatan BPJS hingga usia 55 tahun terhitung semenjak mereka pensiun.
Selain itu, Kota Kediri juga mendapatkan bagi hasil cukai rokok yang cukup besar. Pada 2016, Kota Kediri mendapatkan anggaran dana bagi hasil cukai tembakau (DBHCT) sebesar Rp63,48 miliar, lebih besar ketimbang DBHCT Kota Kediri pada 2015 yang hanya Rp57,093 miliar.
DBHCT itu digunakan untuk berbagai program atau kegiatan yang berhubungan dengan dampak rokok. Salah satunya di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Gambiran, Kota Kediri. Anggaran dana itu akan digunakan untuk beragam keperluan misalnya penyediaan obat paru, jantung, pembelian CT scan, kelengkapan alat jantung, dan sejumlah alat lain.
Usulan menaikkan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus merupakan hasil studi Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany.
Studi tersebut mengungkap kemungkinan perokok akan berhenti merokok jika harganya dinaikkan dua kali lipat dari harga normal. Dan, hasilnya 80 persen bukan perokok setuju jika harga rokok dinaikkan.
Sementara itu, Direktur Gudang Garam Istata Taswin Sidharta menilai industri rokok bisa berantakan jika wacana kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus direalisasikan.
"Saya rasa akan berantakan," katanya dalam kegiatan di Investor Summit dan Capital Market Expo di Surabaya, Kamis (18/8).
Istata mengatakan, saat ini volume penjualan rokok secara industri cenderung menurun atau flat. Volume penjualan turun sekitar 2 persen. Volume penjualan untuk sigaret kretek mesin (SKM) full flavour turun sebesar 2,4 persen menjadi 28,9 miliar batang.
Di kategori SKM rendah tar dan nikotin (SKM LTN), volume penjualannya turun sebesar 1,6 persen menjadi 4,6 miliar batang. Untuk volume penjualan SKT (sigaret kretek tangan) meningkat sebesar 1,9 persen menjadi 4,2 miliar batang.
Walaupun volume penjualan cenderung turun, pendapatan Gudang Garam pada semester pertama 2016 meningkat 11,2 persen atau setara dengan Rp37 triliun. Jumlah ini lebih besar dibanding pendapatan tahun lalu pada periode yang sama sebesar Rp33,2 triliun. (*)