Pamekasan (Antara Jatim) - Pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Pamekasan, Jawa Timur, mendesak pemkab setempat melakukan yudisial review atau uji materi atas pencabutan peraturan daerah (perda) oleh Menteri Dalam Negeri.
Juru bicara LSM Pamekasan Heru Budi Prayitno di Pamekasan, Minggu menyatakan sesuai dengan ketentuan, pembatalan atau pencabutan perda itu hanya bisa dilakukan, saat perda tersebut ditetapkan oleh lembaga legislatif dan sedang diajukan peninjauan kepada Kemendagri.
"Jika perda telah diundangkan, maka hanya bisa dibatalkan melalui komisi yudisial," katanya kepada Antara.
Oleh karenanya, Heru yang juga Ketua Forum LSM Pamekasan ini meminta, jika benar ada perda di Pamekasan yang dibatalkan oleh Menteri Dalam Negeri, pemkab hendaknya tidak tinggal diam.
"Pemkab harus melakukan gugatan hukum," kata Heru yang juga Ketua LSM Lembaga Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat (LP2M) Pamekasan itu.
Mengutip pernyataan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Machfud MD, Heru mengemukakan, pembatalan perda secara sepihak oleh pemerintah pusat sama halnya dengan melakukan tindakan melawan hukum.
"Ini tidak boleh terjadi. Apalagi perda yang kabarnya dibatalkan di Pamekasan ini adalah perda yang mengatur tentang pelarangan minumen beralkohol," katanya.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo menyatakan, pemerintah telah membatalkan 3.143 perda bermasalah yang dianggap menghambat kapasitas nasional dalam persaingan internasional.
Perda tersebut dianggap menghambat pertumbuhan ekonomi daerah dan memperpanjang jalur birokrasi, menghambat proses perizinan dan investasi, serta menghambat kemudahan berusaha.
Pamekasan salah satu kabupaten/kota di Jawa Timur yang termasuk dari 3.143 perda yang dibatalkan itu.
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkab Pamekasan Alwi mengira perda yang dibatalkan itu adalah perda tentang Larangan Peredaran Minuman Beralkohol, yakni Perda Nomor 18 Tahun 2001.
Sebab pada 2010 Perda ini termasuk dari 92 perda yang menjadi cacatan pemerintah pusat.
Di Jawa Timur, ada tiga kabupaten yang dinilai memiliki perda bermasalah, yakni Kabupaten Pamekasan, Jember dan Kabupaten Gresik.
Dua perda lainnya, yakni dari Jember, Perda Nomor 14 Tahun 2001 tentang Penanganan Pelacuran, dan dari Kabupaten Gresik Perda Nomor 7 Tahun 2002 tentang Larangan Praktik Prostitusi.
"Meski Perda Nomor 18 Tahun 2001 ini sempat dipermasalah pada 2010, akan tetapi perda itu tidak dicabut, dan perdanya jelas, tidak berkaitan dengan investasi," katanya.
Jika di Pamekasan memang ada perda yang dianggap bermasalah, dan termasuk dari 3.143 perda yang dibatalkan Menteri Dalam Negeri, pihaknya mentaati keputusan itu. Namun demikian, pemkab perlu berkoordinasi dengan lembaga legislatif.
Alwi juga mengaku, akan mempertimbangkan usulan kalangan LSM untuk mengajukan hak uji materi apabila memang ada perda yang dibatalkan, terutama terkait perda yang mengatur tentang Larangan Peredaran Minuman Beralkohol itu. (*)