Sepekan terakhir, media disuguhi dengan berbagai macam pemberitaan tentang tewasnya Salim Kancil, aktivis antitambang dari Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Publik pun terhentak dengan tragisnya pembunuhan dan penganiayaan yang dilakukan preman bayaran kepada dua aktivis antitambang Salim Kancil dan Tosan yang menyuarakan keadilan bagi warga desa setempat.
Apalagi pembunuhan dan penganiayaan Salim dilakukan di balai desa yang merupakan fasilitas umum yang seharusnya menjadi tempat untuk mengayomi warganya, bukan untuk membantai warga demi kepentingan pribadi.
Sebenarnya ancaman pembunuhan yang dilakukan oleh preman bayaran oknum kades tersebut sudah diadukan kepada aparat kepolisian setempat, namun pihak korban hanya menerima laporan tentang siapa saja yang melakukan penyidikan atas kasus itu.
Boleh dibilang, aparat kepolisian kecolongan atas terbunuhnya Salim dan penganiaayan berat Tosan, bahkan Kontras Surabaya menilai ada kesan pembiaran yang dilakukan aparat penegak hukum yang tidak bergerak cepat dan mengantisipasi terjadinya pembunuhan dan penganiayaan dua aktivis antitambang itu.
Kalau saja aparat kepolisian serius menanggapi pengaduan korban dan melakukan penjagaan yang ketat terhadap korban yang diteror itu, maka nyawa Salim mungkin bisa terselamatkan dan tragedi itu tidak perlu terjadi.
Terbunuhnya pejuang antitambang itu juga membuka lebar kepada publik, bahwa penambangan liar tanpa izin yang dikelola oleh pihak-pihak tertentu masih marak di pesisir pantai selatan Lumajang dan tidak ada tindakan tegas dari pemerintah setempat untuk menertibkan hal itu.
Andai saja penambangan liar tersebut ditertibkan dan pemerintah tegas terhadap para mafia tambang, maka Salim Kancil dan warga Desa Selok Awar-Awar tentu tidak akan berteriak lantang menyuarakan penolakan tambang pasir di Pantai Watu Pecak. Kasus pembunuhan Salim juga merupakan momentum untuk membongkar mafia tambang pasir di "Kota Pisang".
Banyak pelajaran berharga yang seharusnya bisa diambil semua pihak dari kasus terbunuhnya aktivis antitambang, namun di sisi lain kekerasan yang dialami Salim Kancil dan Tosan membuktikan bahwa perlindungan terhadap warga yang berjuang menolak penambangan pasir belum terjamin.
Semoga, apa yang dialami Salim Kancil dan Tosan menjadi pelajaran penting (dan, terakhir) bagi semua pihaknya tentang perlunya perlindungan terhadap para aktivis kemanusiaan. Semoga, apa yang dialami Salim Kancil dan Tosan menjadi pelajaran penting (dan, mendesak) tentang perlunya manajemen pengelolaan tambang yang lebih baik ke depan. Semoga.
Selamat jalan, pejuang antitambang Salim Kancil...! Semangat perjuanganmu menjadi bara api bagi para pejuang aktivis lingkungan lain (di sejumlah daerah) untuk menyerukan keadilan...!. (*)