Jember (ANTARA) - Menjelang tahun politik tentu beragam tuntutan, intrik, dan kepentingan politik terus bergulir bahkan permainan politik sudah terlihat hingga tingkat desa dengan aksi para kepala desa yang meminta jabatannya diperpanjang dari enam tahun menjadi sembilan tahun.
Gegap gempita ribuan kepala desa dari berbagai daerah datang menyampaikan aspirasi terkait dengan revisi UU No.6 tahun 2014 tentang Desa. Mereka berseru lantang bahwa tuntutan itu untuk membangun desa dan meningkatkan kesejahteraan rakyat desa.
Bak gayung bersambut, pemerintah dan DPR langsung menyetujui usulan tersebut tanpa melakukan kajian secara mendalam, apalagi persetujuan itu dilakukan di tahun politik menjelang Pemilu 2024.
Dalam UU Desa pasal 39 menyebutkan bahwa jabatan kades yakni enam tahun dan dapat menjabat lagi sebanyak tiga periode, artinya mereka bisa menjabat selama 18 tahun. Apakah waktu 18 tahun itu tidak cukup untuk membangun desa, sungguh alasan tersebut sangat tidak masuk akal.
Bisa saja alasan itu menjadi masuk akal kalau dilihat berapa banyak uang yang dihabiskan calon kepala desa untuk maju pilkades, nilainya cukup fantastis yakni mencapai miliaran rupiah hanya untuk setingkat desa. Namun alasan itu bisa menjadi pintu masuk kades melakukan tindak korupsi dan penyimpangan.
Jabatan kades tersebut sudah melebihi jabatan presiden, kepala daerah, dan anggota legislatif yang hanya menjabat selama lima tahun untuk dua periode saja, harusnya para petinggi desa bisa legowo dengan jabatan yang sudah ditetapkan pada UU Desa.
Lamanya seseorang menduduki jabatan rentan berakibat pada munculnya penyimpangan dan ketika jabatan seseorang melebihi batas sewajarnya, tentu dikhawatirkan akan berpotensi dapat menyalahgunakan kedudukan dan wewenangnya, serta menyuburkan politik dinasti.
Fenomena tuntutan perpanjangan jabatan kades itu apabila disetujui maka lambat laun akan memungkinkan dijadikan alasan untuk perpanjangan masa jabatan presiden dan kepala daerah, bahkan wakil rakyat, namun hal tersebut tentu akan menabrak UU yang ada.
Tuntutan perpanjangan masa jabatan tentu sarat dengan kepentingan politik dan keserakahan kekuasaan. Janganlah mengatasnamakan kepentingan rakyat di tahun politik karena Vox Populi, Vox Dei (Suara Rakyat adalah suara Tuhan).