Tulungagung (Antara Jatim) - Penyaluran dana program simpanan keluarga sejahtera (PSKS) dinilai rawan memicu kecemburuan sosial di antara kelompok warga miskin, terutama mereka yang merasa berhak, namun tidak kebagian jatah bantuan kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) tersebut, kata seorang pengamat. "Masalah muncul karena data penerima bantuan sudah tidak valid. Pemerintah masih menggunakan data statistik kemiskinan 2011 tanpa verifikasi ulang," kata Mohammad Zaki, pemerhati masalah sosial di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, Sabtu. Padahal selama tiga-empat tahun terakhir, daya beli masyarakat berkembang dinamis. Ada sebagian warga yang sebelumnya masuk kategori miskin dan memiliki daya beli rendah, namun kini telah berkembang sebagai keluarga yang "mapan" secara ekonomi. "Sebaliknya juga tidak sedikit yang sebelumnya dinyatakan berkecukupan, atau bahkan mapan, namun sekarang jatuh miskin dan memiliki daya beli sangat rendah," ujarnya. Zaki mencontohkan fluktuasi harga BBM dan barang-barang selama beberapa bulan terakhir sebagai faktor eksternal yang ikut andil memperbesar angka kemiskinan di Indonesia, khususnya di wilayah Tulungagung. "Kalau yang dulu tidak mampu kini mapan namun masih menerima bantuan PSKS, sementara yang benar-benar miskin malah tidak mendapat jatah, tentu kondisi ini rawan memicu konflik sosial," ujarnya. Sinyalemen kecemburuan sosial setidaknya diakui oleh Camat Kota Tulungagung, Arif Budiono, yang mengatakan permasalahan serupa acapkali terjadi saat penyaluran dana PSKS tahap pertama, akhir 2014. Saat itu, lanjut dia, warga miskin yang tidak mendapat jatah PSKS protes karena merasa "dianaktirikan", sementara ada warga yang dianggap hidupnya lebih mampu (berkecukupan) justru mendapat bantuan dana kompensasi BBM tersebut. "Tahun 2013, kami bersama dinas sosial daerah sudah mencoba mengajukan data tambahan warga miskin untuk diusulkan sebagai penerima dana PSKS, tapi rupanya tidak disetujui. Pemerintah masih mengacu data 2011 yang memang sangat mungkin tidak sesuai dengan kondisi sekarang," ujarnya. Soal penataan dana PSKS untuk warga miskin lain yang tidak kebagian jatah, hal itu mereka serahkan langsung kepada masyarakat untuk berembuk guna mencari solusi damai. "Perangkat tidak boleh mengarahkan ataupun sekadar menginisiasi dilakukannya pemotongan dana bantuan guna pemerataan bagi warga miskin lain yang tidak kebagian. Kalau itu dilakukan warga, tidak masalah yang penting ada kesepakatan bersama," ujarnya. Terhitung mulai 11 April, PT Pos Indonesia cabang Tulungagung mulai menyalurkan dana Program Simpanan Keluarga Sejahtera (PSKS) senilai Rp600 ribu per rumah tangga sasaran (RTS). Pembagian diawali dari wilayah pusat kota Tulungagung dengan jumlah penerima sebanyak 1.777 RTS. Penyaluran bantuan dana kompensasi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) itu dijadwalkan bertahap hingga akhir April dengan jumlah penerima bantuan sebanyak 57.203 RTS untuk wilayah Tulungagung dan 55.513 RTS untuk wilayah Trenggalek. (*)
Pengamat: Penyaluran Dana PSKS Picu Kecemburuan Sosial
Sabtu, 11 April 2015 18:36 WIB