Bagi Konsul Jenderal AS di Surabaya Joaquin Monserrate, tradisi Halalbihalal di Indonesia itu mirip dengan tradisi "Thanksgiving" yang ada di AS sejak tahun 1600-an. "Bedanya, Halalbihalal itu ada hubungannya dengan agama, karean dilaksanakan setelah merayakan Idul Fitri dan berpuasa Ramadhan," ucap pria yang akrab disapa Wakin itu. Diplomat yang pernah menjadi Wakil Konjen AS di Surabaya pada 2000-2002 itu mengatakan "Thanksgiving" tidak ada hubungannya dengan agama apapun, tapi dijalankan siapapun secara lintas agama. "'Thanksgiving' itu bermula dari konflik antarpemeluk Kristen, lalu kelompok yang kalah mengungsi ke AS, ya mirip Syiah di Sampang," tuturnya saat berhalalbihalal dengan puluhan tokoh agama dan tokoh masyarakat se-Jatim di rumah dinasnya di Surabaya (22/8). Penyuka Lontong Kupang, Bebek Goreng, dan martabak itu menjelaskan pengungsi yang awalnya didominasi masyarakat Inggris sering mengundang teman, tetangga, dan kerabat untuk berkumpul. "Mirip Halalbihalal, mereka yang setahun tidak bertemu dan merasa bersalah, maka mereka saling bermaafan, apalagi kerabatnya yang jauh dari negara asal," tukasnya. Dalam acara yang dihadiri pejabat dari Surabaya, Kediri, Sidoarjo, Tuban, Gorontalo, Bima, Sumbawa, dan tokoh agama serta tokoh masyarakat itu, ia menyatakan "Thanksgiving" dilaksanakan pada setiap hari Kamis terakhir pada setiap bulan November. "Saat merayakan Thanksgiving itu juga ada tradisi mirip Halalbihalal, di antaranya mudik, karena pada hari itu bandara dan halte/terminal terlihat ramai," paparnya. Tidak hanya itu, "Thanksgiving" juga ditandai dengan "pesta" makan dengan menu khas AS yakni burung kalkun, labuh, jagung, dan sebagainya. "Semuanya dimakan bersama-sama," timpalnya. Namun, diplomat yang fasih berbahasa Indonesia itu tidak melupakan bulan puasa Ramadhan. "Itu (Ramadhan) bulan yang serius, saya sempat berbuka puasa bersama komunitas NU Surabaya pada 1 Agustus," tandasnya. (*)
Joaquin Monserrate: Halalbihalal Mirip "Thanksgiving"
Jumat, 23 Agustus 2013 7:17 WIB