Surabaya (Antara Jatim) - Sungai Kali Surabaya merupakan bagian tepenting dari kehidupan masyarakat yang tinggal di ibu kota Provinsi Jawa Timur ini. Hal dikarenakan Kali Surabaya merupakan bahan baku air minum yang digunakan oleh Perusahaan Air Daerah (PDAM) Kota Surabaya hingga kini. Namun apa jadinya jika sumber air tersebut tercemar karena tidak dirawat dan dikontrol secara baik oleh pihak-pihak berwenang dalam hal ini PT Jasa Tirta, Badan Lingkungan Hidup, Pemkot dan PDAM Surabaya. Direktur Eksekutif "Ecological Observation and Wetlands Conservation" (Ecoton) atau Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah, Prigi Arisandi mengatakan secara umum Kali Surabaya telah kelebihan daya tampung pencemaran. Dari data Kementrian Lingkungan Hidup, kata dia, daya tampung beban pencemaran Kali Surabaya 35 ton limbah organik/hari, namun faktanya Kali Surabaya dibuangi lebih dari 70 ton limbah organik/hari. "Sehingga kali Surabaya 'overload' limbah industri," katanya. Selain itu, lanjut dia, Kali Surabaya pada musim kemarau debit airnya tak lebih dari 18 m3/detik sedangkan pada musim seperti sekarang debit air bisa mencapai 89 m3/detik. "Ada yang sedih namun ada juga yang senang karena air yang besar debitnya cepat pula membilas kotoran," katanya. Industri yang ada di Surabaya, kata dia, tidak semua mempraktekkan cara-cara yang terpuji dalam pembungan limbah yang dihasilkannya, yaitu dengan menggelontorkan air limbah tanpa diolah ke Kali Surabaya. Prigi memberikan contoh sebuah perusahaan di Warugunung yang mengeluarkan cairan kuning yang diprediksi adalah karat dari pelat besi bahan baku pipa, meskipun bukan dikategorikan sebagai limbah namun air yang keluar dari industri ini tentu sangat berbahaya karena berupa karat. "Padaha 1 km setelah industri ini adalah instalasi PDAM Surabaya," katanya. Oleh karena itu, Ecoton mendesak kepada Pemerintah Provinsi Jatim maupun Pemkot Surabaya melakukan pengawasan dan penegakan hukum administratif kepada industri yang berpotensi telah mencemari Kali Surabaya. Industri tersebut, lanjut dia, seperti PT Spindo, PP Gloria Bisco dan perusahaan Kopi di wilayah Bambe yang membuang limbahnya melalui saluran di desa Warugunung. Begitu juga dengan PT Platinum Ceramic, PT SMP perusahaan minyak kelapa sawit di Karang Pilang. "Kami mendorong kepada PDAM Surabaya yang instalasinya di Karangpilang untuk lebih ketat dalam mengawasi bahan baku yang bercampur limbah pada musim hujan," katanya. Selain itu, lanjut dia, pihaknya juga mengingatkan kepada Gubernur Jawa Timur dan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Provinsi Jawa Timur bahwa atas Putusan No. 105/Pdt.G/2010 PN.Sby perihal Teguran Penetapan Daya Tampung Kali Surabaya. Dalam putusan tersebut dikatakan BLH Jatim menyusun daftar masukan sumber beban pencemaran "point source" dan "non point source" melalui proses konsultasi dengan masyarakat, Perum Jasa Tirta I Malang dan pihak industri dengan menyediakan neraca air. Meski demikian, lanjut dia, kondisi saat ini sudah lebih baik karena telah terjadi penurunan beban pencemaran hingga 15 persen, peningkatan ketaatan industri di Kali Surabaya yakni dari 10 industri yang membuang limbah ke Kali Surabaya dan mengikuti program Proper Kementrian Lingkungan Hidup, 8 industri masuk kategori taat. Selain itu, lanjut dia, penegakan hukum pidana dan administrasi bagi para pelaku pencemaran Kali Surabaya ada 11 kasus yang divonis pada 2008-2012. Namun progresif positif ini seperti hanya menyentu puncak dari gunung es permasalahan pencemaran di Kali Surabaya. Kualitas Air Dirut PDAM Surabaya Ashari Mardiono mengatakan bahwa kualitas air yang dikonsumsi warga Surabaya dengan bahan baku dari Kali Surabaya secara umum sudah memenuhi. "Seharusnya air sudah bisa diminim langsung, berhubung instalasinya cukup panjang sehingga dianjurkan tidak diminum langsung," katanya. Untuk kualitas air baku, lanjut dia, merupakan kewenangan dari PT Jasa Tirta. Hal ini terutama adanya pertumbuhan industri yang cukup signifikan di Surabaya sehingga tidak menutup kemungkinan pembuangan limbah kurang terpantau secara benar. "Sumber air baku yang dimiliki PDAM Surabaya hanya Kali Surabaya sehingga harus dijaga secara bersama-sama. Kontribusi warga dalam menjaga Kali Surabaya juga dibutuhkan agar tidak membuang limbah rumah tangga secara sembarangan ke Kali Surabaya," katanya. Mengenai rencana alternatif mengambil bahan aku di Sungai Kali Lamong, Ashari mengatakan itu tidak mungkin mengingat Kali Lamong merupakan tadah hujan. "Kita berfikirnya jangkah panjang. Bisa dilakukan, tapi itu biayanya cukup mahal," katanya. Sebagai sungai yang membelah Kota Surabaya, terkadang kualitas Kali Surabaya juga bermasalah khususnya di alur Gunungsari hingga Jagir. Jalur itu merupakan lintasan sungai yang membelah pemukiman padat penduduk. Limbah rumah tangga telah menjadikan kualitas air di Kali Surabaya terus memburuk dan tak layak untuk dipakai. Terutama, di wilayah Surabaya Timur yang airnya dari Instalasi Penjernihan Air Minum (IPAM) Ngagel I, II dan III. Karenanya, diperlukan pencegahan terpadu. Jika tidak kualitas air di Kali Surabaya tak akan bisa membaik. Selain kebijakan dalam mengatur kembali drainase kota, warga di pemukiman padat yang ada di sepanjang bantaran kali juga harus ikut membantu. Sebelumnya, Ashari menegaskan pihaknya berharap semua masalah ini bisa segera terpecahkan. Kalau penyebab buruknya kualitas air dari IPAM Ngagel karena banyaknya limbah yang datang dari kawasan Gunungsari dan sekitarnya, maka PDAM meminta agar warga di sana mengurangi pembuangan limbahnya ke sungai tersebut. "Hanya itu harapan kami, ini demi kepentingan bersama untuk semua warga," katanya. Menurutnya, kalau air Kali Surabaya dari Gunungsari-Jagir dinyatakan pencemarannya paling buruk dan hasil IPAM Ngagel dimungkinkan paling jelek, maka sangat dimungkinkan yang kena sasaran warga di Surabaya Timur dan di kawasan pusat kota. Sebab, airnya disalurkan ke arah Surabaya timur dan kawasan pusat kota. Sampai kini, dari beberapa pantauan pemerhati lingkungan di Surabaya, limbah rumah tangga tiap hari masuk ke Kali Surabaya. Parahnya, fungsi sungai seperti penampungan sampah yang bisa dimanfaatkan setiap hari. Tak heran sampah seperti popok bayi, pembalut wanita sampai bahan lain yang memberikan pencemaran lingkungan serta merusak habitat ikan di sungai kini masih berlangsung. Sementara itu, Kepala Divisi Asa III Perum Jasa Tirta Uli Muspardewanto mengatakan selama ini kualitas air di Kali Surabaya standar kelas dua. "Kalau mau ke kelas satu ya bertahap," katanya. Hal ini, lanjut dia, dikarenakan pencemaran di Kali Surabaya 62 persen berasal dari limbah rumah tangga sedangkan sisanya limbah industri. "Selama ini belum ada aturan yang mengatur limbah domestik rumah tangga ini," katanya. Selama ini, Jasa Tirta tidak bisa melakukan pengawasan secara optimal untuk pembuangan limbah rumah tangga ini. "Kontrolnya sulit, patroli air yang ditugaskan 24 jam juga tidak bisa mencegah. Kalau ada orang yang ketahuan membuang limbah ya kita beri sanksi," katanya. Uli juga mengatakan bahwa tidak ada instalasi pengolahan air limbah (IPAL) secara komunal untuk limbah rumah tangga. "Ada beberapa tapi sifatnya skala kecil atau dibeberapa tempat seperti di BLH (Badan Lingkungan Hidup) dan Pengairan. Sedangkan yang dibuat oleh pemerintah daerah belum ada," katanya. Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berharap agar semua pihak bisa menjaga Kali Surabaya dengan baik. "Jangan sampai kasus pencemaran kali Surabaya yang berujung pada matinya ribuan ikan yang dilakukan PG Gempol Kerep beberapa waktu lalu terulang kembali," katanya. Hal sama juga diungkapkan anggota Komisi C DPRD Surabaya Reni Astuti. Ia mengatakan Pemkot Surabaya harus pro aktif ikut menjaga Kali Surabaya. "Bahan baku air minum di PDAM Surabaya adalah Kali Surabaya. Mau tidak mau, pemkot wajib ikut menjaga meski itu wilayah Jasa Tirta," katanya. Reni juga mengatakan pemkot bisa berpartisipasi dengan membantu membangun IPAL komunal rumah tangga yang jumlahnya di Surabaya masih minum. "Artinya butuh perhatian serius karena itu berkaitan dengan air minum yang selama ini dikonsumsi warga Surabaya. Jangan sampai memberatkan hidup mereka," katanya. Jika tidak terjaga kualitas bahan baku air minum di kali Surabaya, Reni mengatakan bahwa pihak terkait tidak berpihak kepada masyarakat kelas menengah ke bawah yang kondisinya memprihatinkan, apalagi mereka hidup di lingkungan kumuh. Direktur Eksekutif Ecoton Prigi Arisandi mengatakan selain limbah industri, kini yang menjadi masalah juga adalah masalah limbah domestik dari rumah tangga di DAS kali Surabaya. Padatnya pemukiman di tepi sungai meningkatkan kontribusi sampah dan limbah organik berupa tinja. "Pemerintah harus memberikan perhatian serius pada masalah ini mengingat PDAM juga mengambil air baku dari Kali Surabaya," katanya. Selain itu, kata dia, saat ini ekosistem yang ada di dalamnya juga ikut memburuk karena kualitas air yang buruk. Populasi ikan terus menurun seiring banyaknya limbah yang dibuang ke Kali Surabaya. "Populasi ikan jantan juga terus menurun. Harapan kami adanya benih ikan baru bisa menambah populasi yang hilang untuk terus mempertahankan ekosistem," ujar Prigi. Pencemaran sendiri, katanya, menjadi kebiasaan yang belum bisa hilang. Ada pencemaran dari limbah pabrik yang masih saja meneror kapan pun. Di sisi lain juga ada pencemaran dari rumah tangga dengan limbah domestiknya. "Ini dari dulu masalah pencemaran yang selalu ada di Surabaya," katanya. (*)
Sudah Amankah Kali Surabaya Untuk Minum?
Minggu, 7 April 2013 11:59 WIB
