Tulungagung, Jatim (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, melakukan pendampingan intensif dan proses deradikalisasi terhadap seorang pelajar kelas V sekolah dasar yang terpapar radikalisme jaringan teroris internasional melalui media sosial.
Kepala Dinas Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KBPPPA) Tulungagung Kasil Rokhmad mengatakan penanganan dilakukan secara terpadu bersama aparat keamanan dan lembaga terkait setelah kasus tersebut terdeteksi melalui pemantauan siber.
"Anak ini terpapar dari aktivitas media sosial. Saat ini sudah menjalani pendampingan dan deradikalisasi, dan perkembangannya cukup positif," kata Kasil di Tulungagung, Selasa.
Kasil menjelaskan paparan radikalisme bermula dari kebiasaan korban mengunggah konten bernuansa kekerasan di akun TikTok.
Aktivitas itu kemudian menarik perhatian jaringan teroris internasional yang mengajak korban bergabung ke sejumlah grup WhatsApp. Dalam grup tersebut, korban mendapat paparan ajakan kekerasan secara berulang.
Total terdapat lima grup WhatsApp yang diikuti korban sebelum aktivitas tersebut terdeteksi oleh Tim Densus 88 Antiteror dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
"Karena kemampuan bahasa Inggris-nya cukup baik, anak ini dengan cepat menyerap konten yang disebarkan jaringan tersebut," ujarnya.
Setelah terdeteksi, aparat melakukan intervensi dini dengan pendekatan perlindungan anak. Pemkab Tulungagung kemudian memberikan pendampingan psikososial, edukasi kebangsaan, serta penguatan peran keluarga dalam proses deradikalisasi.
Menurut Kasil, pendampingan telah berjalan sekitar satu bulan dan menunjukkan hasil positif dengan dukungan penuh dari orang tua korban.
Proses tersebut dilakukan tanpa pendekatan represif, mengedepankan pemulihan dan perlindungan hak anak.
Selain kasus pelajar SD tersebut, KBPPPA juga mencatat adanya satu pelajar tingkat SMA ber-KTP Tulungagung yang terpapar paham serupa, namun bersekolah di luar daerah dan saat ini juga menjalani proses deradikalisasi oleh pihak terkait.
"Kami mengimbau orang tua agar lebih aktif mengawasi aktivitas digital anak. Pengawasan dan komunikasi keluarga menjadi kunci pencegahan paparan radikalisme sejak dini," kata Kasil.
