Jakarta (ANTARA) - House of brand teknologi, Hypefast, menyebut industri merek lokal terutama pada bidang kecantikan sedang mengalami fenomena local brand winter atau periode kecenderungan penurunan merek lokal, yang ditandai dengan pertumbuhan melambat secara signifikan hingga penutupan bisnis.
"Kami melihat dalam waktu kurang dari satu tahun ke belakang, banyak brand lokal kecantikan yang memutuskan untuk berhenti kegiatan operasional. Faktor paling besar adalah kompetisi yang terlalu kuat dari brand luar terutama brand dari Tiongkok,” kata CEO dan Founder dari Hypefast Achmad Alkatiri dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa.
Alkatiri menjelaskan pada akhir tahun 2024, sejumlah merek lokal yang digemari oleh konsumen terpaksa menghentikan kegiatan operasional karena besarnya kompetisi.
Contohnya yakni Syca, Roona Beauty, dan Matoa. Padahal di periode sebelumnya terutama di 2021-2023, ada sinyal kuat positif dari berbagai brand lokal Indonesia dalam hal pendanaan dari investor ternama seperti merek kecantikan Rose All Day, Base dan ESQA.
Sinyal positif juga datang dari dominasi pertumbuhan penjualan di platform online seperti Shopee dan Tiktok Shop.
Namun, kehadiran merek yang berasal dari Tiongkok memiliki modal yang jauh lebih kuat dibandingkan brand lokal memiliki kemampuan untuk menghabiskan sekitar 30-40 persen dari total omset bisnis untuk kegiatan pemasaran sehingga bisa mempertahankan profitabilitas.
Sedangkan, brand-brand lokal pada umumnya hanya memiliki kemampuan untuk melakukan 10 persen
Agresifnya pemasaran yang disesuaikan dengan konsumen Indonesia menyebabkan begitu banyak merek lokal kesulitan dalam mengejar pertumbuhan yang sehat, memenangkan konsumen dan meningkatkan penjualan.
“Padahal untuk bisa berkompetisi dengan brand dari Tiongkok yang habis-habisan dalam pemasaran dan produk, dibutuhkan modal yang signifikan. Tanpa hal itu, bukan tidak mungkin, tapi brand lokal harus lebih resilience dalam menyusun strategi," katanya.
Dalam menghadapi masalah itu, Alkatiri menyebut pemilik dari merek lokal perlu memahami perbedaan antara profit dan cashflow. Pemilik harus memastikan arus kas tetap positif dengan merencanakan pengeluaran secara detail, termasuk dalam hal pembelian inventaris dan pengurangan biaya yang tidak perlu.
Jika pemahaman tentang cashflow masih kurang, sangat disarankan untuk melibatkan ahli keuangan yang dapat membantu mengelola arus keuangan dengan lebih baik.
Kemudian dalam menjalankan bisnis banyak pendiri yang terjebak dalam obsesi mengejar pertumbuhan tanpa mempertimbangkan kesehatan arus keuangan. Mengingat tanpa cashflow yang stabil, pertumbuhan yang cepat justru bisa menjadi bumerang.
Ia juga mengingatkan bahwa menunggu valuasi yang lebih tinggi bisa menjadi keputusan yang berisiko.
"Hypefast mengingatkan bahwa ini bukan waktu yang tepat untuk bersikap idealis terhadap valuasi bisnis. Jika ada investor yang bersedia memberikan pendanaan, sebaiknya kesempatan ini dimanfaatkan untuk menjaga keberlanjutan bisnis, memastikan arus kas tetap sehat, dan memberikan ruang bagi brand untuk menyusun strategi pertumbuhan yang lebih efektif," katanya.