Perhelatan yang akan berlangsung pada 27 November 2024 itu akan memilih kepala daerah di tingkat provinsi dan kabupaten/kota dan diharapkan membawa harapan akan masa depan yang lebih baik.
Tak hanya sekadar memilih pemimpin lokal, Pilkada serentak tahun ini juga menjadi momen penting bagi Generasi Z, yang kini mulai memasuki pusaran politik sebagai pemilih pemula.
Generasi muda ini memiliki antusiasme dan pandangan baru yang dapat mengarahkan kebijakan pembangunan menuju inovasi dan keterbukaan, seiring dengan harapan untuk masa depan yang lebih cerah.
Kebijakan pembangunan yang ditetapkan oleh para pemimpin terpilih diharapkan dapat membuka peluang seluas-luasnya bagi masyarakat, terutama bagi Generasi Z (Gen Z) sebagai pemilih pemula.
Dalam era politik yang semakin digital, peran Gen Z sebagai pemilih pemula cukup penting. Di tangan mereka lah terpilihnya seorang kepala daerah ditentukan, karena sekitar 40 persen pemilih yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) adalah Gen Z yang berusia kurang dari 27 tahun.
Meski belum pernah memilih (mencoblos) dan mendapatkan sosialisasi secara masif dari berbagai pihak terkait, Gen Z memiliki cara sendiri untuk tahu lebih banyak tentang pemilihan kepala daerah.
Mereka memanfaatkan platform digital yang mereka anggap lebih praktis, bahkan mudah diakses.
Sebagai pemilih pemula yang jumlahnya tidak sedikit, mereka juga tidak hanya menerima apa yang mereka terima (dalam bentuk kampanye), mereka mencari informasi dengan kritis melalui berbagai media, apalagi generasi Z merupakan generasi paling terampil dalam penggunaan teknologi digital.
Hanya saja, mereka juga harus mendapatkan pendampingan, baik dari orang tua, guru agar mampu membedakan informasi yang valid dan hoaks yang dapat mempengaruhi pemikiran mereka dalam menentukan pilihannya.
Literasi digital untuk Gen Z
Kepekaan terhadap informasi yang beredar di media sosial dan kemampuan mereka untuk mengidentifikasi hoaks menjadi kunci dalam membuat keputusan politik yang tepat dalam memilih calon kepala daerah.
Dalam Pilkada serentak 2024, literasi digital bagi Gen Z memegang peran penting, mengingat derasnya arus informasi yang bisa memengaruhi pilihan mereka.
Dengan pemahaman yang baik akan cara memilah informasi yang benar dan menilai kredibilitas sumber, generasi muda ini diharapkan mampu terhindar dari manipulasi berita palsu yang dapat merugikan demokrasi.
Melalui literasi digital yang kuat, Gen Z tidak hanya menjadi pemilih yang bijak, tetapi juga berperan aktif dalam menciptakan ruang demokrasi yang sehat, kritis, dan bertanggung jawab.
Gen Z yang kritis terhadap berbagai informasi akan lebih cermat dan hati-hati dalam menentukan pilihannya. Oleh karenanya, literasi digital menjadi penting sekaligus kunci bagi mereka sebagai agen perubahan dalam dinamika politik yang terus berubah dan berkembang.
Peran Gen Z dalam menyuarakan pendapat mereka di media sosial juga penting. Mereka perlu menggunakan media sosial untuk menyampaikan pemikirannya, bagaimana memilih diksi, dan merespons suatu isu menjadi faktor penting dalam mempengaruhi pandangan publik.
Jika Generasi Z menggunakan media sosial, mengampanyekan literasi digital yang positif tentang pemilu, akan mengarah pada yang lebih baik dan positif.
Jika mereka merespons pemilu dengan memberikan pandangan yang positif, hasilnya akan positif, dan sebaliknya, jika mereka menggunakan media sosial untuk hal negatif, hasilnya akan menimbulkan berbagai pertentangan.
Gary Xavier, seorang siswa yang pada Pilkada 27 November mendatang akan menggunakan hak pilihnya, menyampaikan pandangan bahwa Pilkada membawa harapan besar untuk memperbaiki tatanan dan memajukan pembangunan daerah di berbagai sektor.
"Saya cukup antusias dan tidak akan melewatkan pengalaman pertama saya sebagai warga negara untuk memilih kepala daerah secara langsung. Semoga yang terpilih nanti akan merangkul generasi muda sebagai potensi besar untuk membangun kota ini," kata siswa kelas XII itu.
Posisi Gen Z
Memilih atau tidak memilih adalah hak setiap individu. Namun, dalam konteks Pemilu 2024, suara Gen Z memiliki peran yang sangat penting.
Sebagai pemilih muda, termasuk pemilih pemula, generasi ini dapat menjadi kekuatan dominan dalam menentukan arah masa depan bangsa.
Setiap suara berharga dan memiliki dampak signifikan saat bergabung dalam satu kesatuan.
Oleh karena itu, Gen Z diharapkan menggunakan hak pilih mereka dengan bijak dan penuh tanggung jawab, serta berkontribusi dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi yang mereka yakini.
Untuk menggaet suara Gen Z dan meningkatkan persentase kehadiran di tempat pemungutan suara (TPS), pemerintah, khususnya Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispedukcapil) di berbagai daerah terus memacu perekaman kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), khususnya warga yang berusia 17 tahun pada saat penyelenggaraan Pilkada.
Dispendukcapil diberbagai daerah getol mengampanyekan perekaman e-KTP tersebut, bahkan jemput bola ke sekolah-sekolah untuk menyisir siswa yang genap berusia 17 tahun atau lebih untuk masuk daftar pemilih tetap (DPT) dan menyalurkan hak suara politiknya pada hari pencoblosan di TPS.
Kegigihan Disdukcapil di berbagai daerah di Tanah Air ini tidak lain untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala daerah, bahkan tidak jarang pada hari libur pun tetap melakukan perekaman secara mobile di lokasi-lokasi yang telah ditentukan, seperti taman kota atau alun-alun.
Di wilayah Malang Raya (Kota Malang, Kota Batu dan Kabupaten Malang), Jawa Timur, jumlah pemilih Gen Z dan Milenial cukup mendominasi.
Di Kota Malang, dari 651.758 jumlah pemilih, usia pemilih pemula, khususnya Gen Z (17-27 tahun) sebanyak 21,79 persen atau sekitar 142.028 pemilih.
Angka ini menunjukkan bahwa Gen Z merupakan DPT terbesar ketiga, setelah generasi Milenial (usia 28-43 tahun) dengan pemilih sebanyak 211.874 dan generasi X (44-59) sebanyak 183.773 pemilih.
Sementara di Kabupaten Malang, sekitar 50 persen merupakan pemilih dari kalangan Generasi Milenial dan Gen Z. Rinciannya, 643.806 pemilih dengan rentang usia 28-43 (Generasi Milenial) dan 430.457 pemilih merupakan Gen Z dengan rentang usia 17-27 tahun.
Untuk pemilih baru yang baru bisa menyalurkan hak suaranya di tahun ini berjumlah 34.048 pemilih. Artinya, jumlah pemilih dari kelompok Milenial dan generasi Z mencapai 1.074.263 dari total 2.060.576 pemilih pada ajang Pilkada Kabupaten Malang Tahun 2024.
Sedangkan di Kota Batu, DPT Pilkada serentak 27 November 2024, sebanyak 166.942 pemilih. Dengan pemilih Milenial sebanyak 53.747 pemilih atau 32 persen. Kemudian, Gen X sebanyak 48.112 pemilih atau 29 persen, serta Gen Z sebanyak 37.242 pemilih atau 22 persen.
Potensi besar pemilih pemula (Gen Z) ini menjadi penentu bagi para calon kepala daerah untuk memenangkan pertarungan.
Namun, partisipasi mereka untuk hadir di TPS juga bergantung pada pemahaman, pengetahuan, kemauan, dan keyakinan mereka untuk menggunakan hak politiknya, sebab Pilkada 27 November mendatang adalah pengalaman pertama mereka.
Dengan dukungan yang tepat dari berbagai pihak—termasuk pendidikan politik dan literasi digital yang memadai, Gen Z diharapkan mampu melihat Pilkada bukan sekadar sebagai kewajiban, tetapi sebagai kesempatan nyata untuk terlibat dalam perubahan positif bagi masa depan daerah mereka.
Peran Komisi Pemilihan Umum (KPU), tim pemenangan calon kepala daerah, dan berbagai pihak terkait sangat krusial dalam mensosialisasikan dan menggerakkan hati Gen Z agar hadir di TPS dan menggunakan hak politiknya.
Melalui pendekatan yang kreatif dan edukatif, diharapkan generasi ini tidak hanya tertarik, tetapi juga memahami pentingnya kontribusi mereka dalam menentukan arah pembangunan daerah.
Partisipasi aktif Gen Z dalam Pilkada 2024 tak hanya mencerminkan kesadaran mereka sebagai pemilih pemula, tetapi juga menjadi langkah awal dalam membentuk kepemimpinan yang lebih inklusif dan masa depan yang lebih cerah bagi Indonesia.