Kontras Surabaya Kutuk Pengusiran Pengungsi Syiah Sampang
Jumat, 13 Januari 2012 11:15 WIB
Surabaya - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Surabaya mengutuk pengusiran pengungsi Syiah dari GOR Sampang yang dilakukan secara paksa oleh pemerintah kabupaten setempat (12/1).
"Evakuasi paksa atau pengusiran itu terjadi karena prosesnya tidak dilakukan dengan dialog terlebih dulu dengan warga Syiah, karena itu kami minta Pemerintah Pusat mengambil alih kasus itu," kata koordinator Kontras Surabaya, Andy Irfan Junaidi di Surabaya, Jumat.
Sebelumnya, ratusan warga Syiah mengungsi sejak terjadi insiden pembakaran mushalla dan rumah mereka di Nangkernang, Desa Karang Gayam, Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang, Madura, 29 Desember 2011.
"Tapi, sejak Kamis (12/1), kami menemukan fakta di lapangan ada pengusiran (evakuasi paksa) pengungsi yang terjadi tanpa ada proses dialog terlebih dahulu. Pemkab setempat beralasan, evakuasi dilakukan karena GOR akan digunakan kegiatan olahraga," ucapnya.
Selain itu, evakuasi itu dilakukan dengan prasyarat Ustadz Tajul Muluk (pimpinan Syiah Sampang) dan keempat ustadz yang lain tidak boleh pulang bersama para warga Syiah.
"Yang lebih memprihatinkan, hingga saat ini tidak ada komitmen dari pemerintah untuk memberikan perlindungan dan pemulihan atas hak-hak warga Syiah sebagai korban," ujarnya.
Oleh karena itu, ia meminta Pemerintah Pusat mengambil alih kasus itu, karena Pemkab Sampang gagal memberikan perlidungan kepada komunitas Syiah Sampang.
"Kami juga minta aparat Kepolisian menempatkan personelnya untuk mewujudkan keamanan di wilayah Kecamatan Omben, Sampang, Madura, karena pemerintah setempat telah melalaikan tanggung jawabnya untuk melindungi hak-hak dasar kelompok Syiah," katanya, menegaskan.
Pandangan agak berbeda dikemukakan Wakil Ketua Umum PBNU KH As'ad Ali Said. "Kami sepakat dengan Pemprov Jatim agar persoalan di Sampang diselesaikan oleh pemda setempat," katanya di sela-sela peluncuran Rembuk Saudagar NU dan 'NU Expo 2012' di Surabaya (12/1).
Namun, ia mengimbau masyarakat jangan sampai terpancing dengan hasutan orang-orang untuk nimbrung dalam masalah itu. "Pemerintah juga harus mendorong adanya dakwah yang kompetitif dan sehat," tuturnya.
Menurut dia, banyaknya konflik yang mengatasnamakan agama dan aliran itu dipicu dua faktor, yakni penganut "agama baru" yang melakukan dakwah secara ekspansif dan penganut "agama lama" yang melakukan dakwah secara agresif.(*)