Surabaya (Antara Jatim) - Komisi Nasional untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya mengapresiasi film "Istirahatlah Kata-kata" yang akan diputar serentak di bioskop-bioskop delapan kota di Tanah Air mulai 19 Januari.
Film ini mengangkat sosok Wiji Thukul, seorang penyair yang dikenal lantang meneriakkan ketidakadilan melalui panggung demonstrasi. Dia dan beberapa aktivis kemudian dianggap hilang sejak 1998, setelah dituding sebagai dalang kerusuhan di tahun 1996.
"Film ini menjadi suatu media untuk kita belajar bagaimana teman-teman kita dulu berjuang menegakkan demokrasi," ujar Ketua Kontras Surabaya Fatkhur Khoir dalam jumpa pers di Surabaya, Rabu.
Dalam jumpa pers yang digelar bersama Ikatan Keluarga Orang Hilang (IKOHI) Surabaya itu, Fatkhur menyatakan bahwa kondisi yang dirasakan saat ini tidak lepas dari perjuangan 13 orang aktivis yang hingga saat ini tidak diketahui keberadaannya.
Senada, Ketua IKOHI Jawa Timur Sukiswantoro mengatakan film ini menjadi pintu pembuka untuk menunjukkan bahwa kasus hilangnya 13 aktivis pro demokrasi angkatan reformasi tahun 1998 itu belum selesai.
"Film ini sebagai pintu pembuka bahwa kita telah diberi keleluasaan di media apapun, bahkan sampai diperbolehkan dipertontonkan di bioskop, untuk menunjukkan bahwa kasus ini belum selesai," ucapnya.
Baginya, sebagai aktivis HAM, film “Istirahatlah Kata-kata” menjadi penyemangat untuk terus mengawal kasus ini.
"Langkah ke depan kita tetap terus menggugah pemerintah sekuat tenaga sampai bisa mengungkap kasus hilangnya 13 aktivis ini, baik dalam kondisi hidup ataupun sudah terkubur,” tegas Sukiswantoro.
Kontras Surabaya dan IKOHI Jawa Timur saat jumpa pers turut menghadirkan Utomo Rahardjo, ayah kandung dari Bimo Petrus, satu dari 13 aktivis yang hilang bersama Wiji Tukul.
"Film ini memberikan dukungan supaya mereka tidak melupakan bahwa 19 tahun yang lalu pernah terjadi penghilangan secara paksa aktivis yang berjuang dengan kata-kata. Termasuk Bimo Petrus, anak saya, yang hilang bersama Wiji Tukul," katanya.
Lelaki berusia 71 tahun ini masih yakin, setelah diputarnya film "Istirahatlah Kata-kata", tidak menutup kemungkinan kasus tersebut bisa dibongkar sampai menemukan jawaban antara hidup dan mati.
"Kami sudah siap untuk menerima kemungkinan terjelek, matipun tidak apa. Secara hukum akan terus kami perjuangkan keberadaan Wiji Tukul dan teman-temannya yang berjumlah 13 orang," tututnya.(*)